Prosesi pelantikan 25 Anggota DPRD Kota Bima, Rabu (24/9) pagi diwarnai aksi demonstrasi puluhan mahasiwa dari organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bima
Prosesi pelantikan 25 Anggota DPRD Kota Bima, Rabu (24/9) pagi diwarnai aksi demonstrasi puluhan mahasiwa dari organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bima. Dalam aksinya, para mahasiswa menyampaikan sejumlah aspirasi terkait berbagai persoalan yang belum mampu dituntaskan lembaga Legislatif sebelumnya.
Mereka meminta 25 Anggota DPRD Kota Bima periode 2014-2019 yang baru dikukuhkan mengatensi persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah tersebut. Diantaranya, proyek penambangan batu marmer di Kelurahan Oi Fo’o yang hingga kini masih bermasalah.
Koordinator Lapangan, Hasnun dalam orasinya menuding penambangan batu marmer yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Bima itu merupakan proyek sejuta iming-iming. Sebab, selama empat tahun telah membuai masyarakat Kota Bima. Khususnya yang berada di daerah lingkar tambang.
Janji Pemkot Bima kata Hasnun, untuk memperkejakan ribuan warga, pengadaan sapi tiap rumah tangga yang digusur, bor air, instalasi listrik, hotmiks jalan, pembinaan ekonomi kerakyatan, penyediaan rumah layak sebagai kompensasi, peningkatan pendapatan masyarakat Oi Fo’o, hingga pembangunan Masjid sampai saat ini belum direalisasikan. “Seolah janji-janji ini hanya menjadi bayang-bayang semu pemanis bibir Kepala Daerah untuk memuluskan proyek siluman tersebut,” sorotnya.
Sebab faktanya kata dia, jangankan untuk merealisasikan janji menyejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan PT Pasific Union Indonesia (PUI) yang mengelola tambang marmer justru hanya menyisakan masalah demi masalah untuk Kota Bima. Mulai dari permasalah ijin hingga tak mampu menyetorkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kota Bima.
Selain PR soal tambang Marmer, mahasiswa juga menyorot soal pembangunan GOR Mini di Kelurahan Rabangodu yang kini terbengkalai, proyek pasar tradisional yang telah ditangani penegak hukum, pengadaan alat kesehatan, pembangunan Puskesmas Rasanae Timur, penambangan batu di Doro Raja yang diduga tanpa ijin, alokasi anggaran Kartu Jujur Sehati yang tidak transparan maupun sederet persoalan lainnya.
“Masyarakat kini menanti keberanian Wakil Rakyat yang kini hampir diisi wajah baru untuk menuntaskan sederet persoalan ini. Berani nggak dalam waktu 365 masa kerja tahun pertama menuntaskannya,” tantang Hasnun.
Sebanyak 25 Anggota DPRD Kota Bima yang baru juga ditantang untuk Menuangkan komitmen politik dengan masyarakat melaui pakta integritas diatas kertas untuk merealisasikan janji politik dan berjanji tidak akan pernah menghianati rakyat Kota Bima. “Kalau itu tidak bisa dilaksanakan, kami menantang anggota dewan diberikan sanksi pencabutan mandat oleh rakyat atau mundur sebagai Wakil Rakyat,” tandasnya.
Selain berorasi, para mahasiswa juga membawa bongkahan batu marmer sebagai kado untuk Legislatif Periode 2014-2019. Kado itu sebagai bentuk dukungan moral mahasiswa agar anggota dewan mengatensi penuntasan kasus tersebut. Sayangnya, kado tersebut gagal diserahkan karena mahasiswa tidak diijinkan masuk ke areal pelantikan yang digelar di Gedung Convention Hall Kota Bima. Pengamanan super ketat dari aparat Kepolisian juga membuat mahasiswa hanya bisa berorasi sekitar 200 meter dari lokasi pelantikan.
Aksi demonstrasi tak hanya berlangsung saat acara pelantikan DPRD Kota Bima, tapi juga terjadi saat pelantikan 45 Anggota DPRD Kabupaten Bima, Kamis (25/9). Aksi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadyah (IMM) berakhir ricuh. Dua orang mahasiswa terpaksa dilarikan ke BLUD Bima, karena terlibat bentrok dengan aparat Kepolisian yang saat itu memberikan pengamanan acara pelantikan. (KS-13)
Mereka meminta 25 Anggota DPRD Kota Bima periode 2014-2019 yang baru dikukuhkan mengatensi persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah tersebut. Diantaranya, proyek penambangan batu marmer di Kelurahan Oi Fo’o yang hingga kini masih bermasalah.
Koordinator Lapangan, Hasnun dalam orasinya menuding penambangan batu marmer yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Bima itu merupakan proyek sejuta iming-iming. Sebab, selama empat tahun telah membuai masyarakat Kota Bima. Khususnya yang berada di daerah lingkar tambang.
Janji Pemkot Bima kata Hasnun, untuk memperkejakan ribuan warga, pengadaan sapi tiap rumah tangga yang digusur, bor air, instalasi listrik, hotmiks jalan, pembinaan ekonomi kerakyatan, penyediaan rumah layak sebagai kompensasi, peningkatan pendapatan masyarakat Oi Fo’o, hingga pembangunan Masjid sampai saat ini belum direalisasikan. “Seolah janji-janji ini hanya menjadi bayang-bayang semu pemanis bibir Kepala Daerah untuk memuluskan proyek siluman tersebut,” sorotnya.
Sebab faktanya kata dia, jangankan untuk merealisasikan janji menyejahterakan masyarakat, keberadaan perusahaan PT Pasific Union Indonesia (PUI) yang mengelola tambang marmer justru hanya menyisakan masalah demi masalah untuk Kota Bima. Mulai dari permasalah ijin hingga tak mampu menyetorkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kota Bima.
Selain PR soal tambang Marmer, mahasiswa juga menyorot soal pembangunan GOR Mini di Kelurahan Rabangodu yang kini terbengkalai, proyek pasar tradisional yang telah ditangani penegak hukum, pengadaan alat kesehatan, pembangunan Puskesmas Rasanae Timur, penambangan batu di Doro Raja yang diduga tanpa ijin, alokasi anggaran Kartu Jujur Sehati yang tidak transparan maupun sederet persoalan lainnya.
“Masyarakat kini menanti keberanian Wakil Rakyat yang kini hampir diisi wajah baru untuk menuntaskan sederet persoalan ini. Berani nggak dalam waktu 365 masa kerja tahun pertama menuntaskannya,” tantang Hasnun.
Sebanyak 25 Anggota DPRD Kota Bima yang baru juga ditantang untuk Menuangkan komitmen politik dengan masyarakat melaui pakta integritas diatas kertas untuk merealisasikan janji politik dan berjanji tidak akan pernah menghianati rakyat Kota Bima. “Kalau itu tidak bisa dilaksanakan, kami menantang anggota dewan diberikan sanksi pencabutan mandat oleh rakyat atau mundur sebagai Wakil Rakyat,” tandasnya.
Selain berorasi, para mahasiswa juga membawa bongkahan batu marmer sebagai kado untuk Legislatif Periode 2014-2019. Kado itu sebagai bentuk dukungan moral mahasiswa agar anggota dewan mengatensi penuntasan kasus tersebut. Sayangnya, kado tersebut gagal diserahkan karena mahasiswa tidak diijinkan masuk ke areal pelantikan yang digelar di Gedung Convention Hall Kota Bima. Pengamanan super ketat dari aparat Kepolisian juga membuat mahasiswa hanya bisa berorasi sekitar 200 meter dari lokasi pelantikan.
Aksi demonstrasi tak hanya berlangsung saat acara pelantikan DPRD Kota Bima, tapi juga terjadi saat pelantikan 45 Anggota DPRD Kabupaten Bima, Kamis (25/9). Aksi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadyah (IMM) berakhir ricuh. Dua orang mahasiswa terpaksa dilarikan ke BLUD Bima, karena terlibat bentrok dengan aparat Kepolisian yang saat itu memberikan pengamanan acara pelantikan. (KS-13)
COMMENTS