Maraknya peredaran video mesum oknum antar pelajar, video mesum oknum guru, kekerasan guru terhadap siswa dan dugaan pencabulan siswa SMK terhadap dua siswa yang masih belia serta praktek korupsi
Maraknya peredaran video mesum oknum antar pelajar, video mesum oknum guru, kekerasan guru terhadap siswa dan dugaan pencabulan siswa SMK terhadap dua siswa yang masih belia serta praktek korupsi, merupakan bukti moralitas Dunia Pendidikan baik di Kota maupun Kabupaten Bima sudah terkikis. Pernyataan itu disampaikan, Akademisi Pendidikan, Ikbal, S.Pd, M.Pd kepada Koran Stabilitas Minggu (26/10).
Menurutnya, dugaan amoral yang marak diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik dipicu oleh kemajuan dan kecanggihan tekhnologi, seperti Hp dan alat tekhnologi lainya. Sehingga, tayangan-tayangan yang berbau amoral tanpa sensor bebas ditonton melalui media elektronika tersebut. Efeknya, muncul hasrat ingin mencoba dan mempraktekan di dunia nyata.
Jadi, jangan heran ketika dugaan amoral yang kebanyakan terjadi pada dunia pendidikan semakin merajalela. “Penyebab terjadinya praktek yang memalukan itu adalah media. Karena, tontonan video mesum bukan lagi hal yang tabu, anak SD aja sudah pintar nonton video mesum, apalagi siswa SMP, SMA dan oknum pendidik,” katanya.
Begitupun lanjutnya, dugaan korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan. Bedanya, jika dugaan amoral karena pengaruh media, praktek yang merugikan rakyat dan Negara cenderung terjadi akibat gaya hidup mewah dan ambisi ingin meraih kekayaan. Tapi, semua itu terjadi (amoral dan korupsi) karena moral para oknum di dunia pendidikan sudah terkikis, bahkan hampir sudah tidak ada. “Kuncinya moral, kalau moral oknum di Dinas Pendidikan dan tenaga pendidik sudah terkikis, maka akan melahirkan generasi bangsa yang bermental amoral dan korup,“ ujarnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi dan mengantisipasi kembali terjadi praktek semacam itu yakni dengan menerapkan Pendidikan yang berkarakter, menanggapi hal itu, Ikbal yang juga Dosen STKIP Bima itu menyarankan, pendidikan karakter untuk menghasilkan generasi yang bermoral jangan hanya diterapkan pada pelajar. Melainkan, juga harus diajarkan pada tenaga pendidik, termasuk yang dipercayakan mengabdi pada Dinas Pendidikan. “Terapkan pendidikan karakter pada guru, Kepsek, Pengawas, dan pada siapapun yang mengabdi pada Dinas Pendidikan. Mungkin dengan cara seperti itu, dapat menghasilkan generasi bangsa yang memiliki moral. Sehingga, praktek yang merusak nama Pendidikan tidak terulang lagi dilain waktu,” tandasnya.
Apabila dugaan amoral dan korupsi terus terjadi dalam dunia pendidikan, itu pertanda Pendidikan akan mengalami degradasi fungsi, pendidikan hanya akan menjadi syarat untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Sementara, moral dan salah satu tujuan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa malah diabaikan. “Saat ini, sulit dibedakan antara siswa dan guru, karena tindakan amoral bukan hanya dilakukan oknum pelajar tapi juga oknum guru. Saya khawatir, nasib pendidikan kedepanya akan semakin terpuruk, “ terangnya.
Solusinya, kata Alumni Universitas Muhammadiyah Malang itu, selain penerapan pendidikan karakter terhadap siswa, tenaga pendidik, Kepsek, Pegawai Dinas Pendidikan (PNS dan Honorer), dan Pejabat Dinas Pendidikan, tapi juga harus ditindak tegas oknum-oknum yang melakukan praktek semacam itu. “Pendidikan karakter saja tidak cukup, harus ada tindakan tegas agar pelaku jera. Pelaku mesti ditindak tegas secara kelembagaan dan hukum,“ tegasnya. (KS-09)
Menurutnya, dugaan amoral yang marak diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik dipicu oleh kemajuan dan kecanggihan tekhnologi, seperti Hp dan alat tekhnologi lainya. Sehingga, tayangan-tayangan yang berbau amoral tanpa sensor bebas ditonton melalui media elektronika tersebut. Efeknya, muncul hasrat ingin mencoba dan mempraktekan di dunia nyata.
Jadi, jangan heran ketika dugaan amoral yang kebanyakan terjadi pada dunia pendidikan semakin merajalela. “Penyebab terjadinya praktek yang memalukan itu adalah media. Karena, tontonan video mesum bukan lagi hal yang tabu, anak SD aja sudah pintar nonton video mesum, apalagi siswa SMP, SMA dan oknum pendidik,” katanya.
Begitupun lanjutnya, dugaan korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan. Bedanya, jika dugaan amoral karena pengaruh media, praktek yang merugikan rakyat dan Negara cenderung terjadi akibat gaya hidup mewah dan ambisi ingin meraih kekayaan. Tapi, semua itu terjadi (amoral dan korupsi) karena moral para oknum di dunia pendidikan sudah terkikis, bahkan hampir sudah tidak ada. “Kuncinya moral, kalau moral oknum di Dinas Pendidikan dan tenaga pendidik sudah terkikis, maka akan melahirkan generasi bangsa yang bermental amoral dan korup,“ ujarnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi dan mengantisipasi kembali terjadi praktek semacam itu yakni dengan menerapkan Pendidikan yang berkarakter, menanggapi hal itu, Ikbal yang juga Dosen STKIP Bima itu menyarankan, pendidikan karakter untuk menghasilkan generasi yang bermoral jangan hanya diterapkan pada pelajar. Melainkan, juga harus diajarkan pada tenaga pendidik, termasuk yang dipercayakan mengabdi pada Dinas Pendidikan. “Terapkan pendidikan karakter pada guru, Kepsek, Pengawas, dan pada siapapun yang mengabdi pada Dinas Pendidikan. Mungkin dengan cara seperti itu, dapat menghasilkan generasi bangsa yang memiliki moral. Sehingga, praktek yang merusak nama Pendidikan tidak terulang lagi dilain waktu,” tandasnya.
Apabila dugaan amoral dan korupsi terus terjadi dalam dunia pendidikan, itu pertanda Pendidikan akan mengalami degradasi fungsi, pendidikan hanya akan menjadi syarat untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Sementara, moral dan salah satu tujuan pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa malah diabaikan. “Saat ini, sulit dibedakan antara siswa dan guru, karena tindakan amoral bukan hanya dilakukan oknum pelajar tapi juga oknum guru. Saya khawatir, nasib pendidikan kedepanya akan semakin terpuruk, “ terangnya.
Solusinya, kata Alumni Universitas Muhammadiyah Malang itu, selain penerapan pendidikan karakter terhadap siswa, tenaga pendidik, Kepsek, Pegawai Dinas Pendidikan (PNS dan Honorer), dan Pejabat Dinas Pendidikan, tapi juga harus ditindak tegas oknum-oknum yang melakukan praktek semacam itu. “Pendidikan karakter saja tidak cukup, harus ada tindakan tegas agar pelaku jera. Pelaku mesti ditindak tegas secara kelembagaan dan hukum,“ tegasnya. (KS-09)
COMMENTS