Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima menegaskan, orangtua murid tetap bisa menyumbangkan dana ke sekolah meski Pemerintah Pusat sudah meniadakan penarikan dana komite
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima menegaskan, orangtua murid tetap bisa menyumbangkan dana ke sekolah meski Pemerintah Pusat sudah meniadakan penarikan dana komite. Sebab sumbangan merupakan kerelaan dan bentuk partisipasi masyarakat untuk ikut membantu meningkatkan mutu pendidikan.
Demikian disampaikan Sekretaris Dinas Dikpora Kota Bima, Drs. Moh. Yamin, Msi, Kamis (30/10) menanggapi kekuatiran sejumlah sekolah terhadap kebijakan peniadaan penarikan dana komite oleh Pemerintah Pusat.
Menurut Yamin, penarikan uang kepada siswa dan orantua murid memang tidak diperbolehkan jika tidak ada dasar aturannya. Karena saat ini, pemerintah sudah memprogramkan pendidikan gratis dan murah. Apalagi penarikan dana komite terkesan membebani orangtua murid dari kalangan ekonomi tidak mampu karena besarannya telah ditentukan standar sesuai kesepakatan.
“Niatnya memang disebut sumbangan, tetapi karena ditentukan standar dan besarannya ini yang keliru karena bukan lagi sumbangan namanya, tetapi seolah menjadi kewajiban. Sementara dasar aturannya kan tidak ada dan juga akan membenani para siswa,” jelasnya ditemui di dinas setempat.
Padahal sambungnya, komite sekolah dibentuk bukan hanya untuk mengurus soal sumbangan, tetapi sebagai wadah orangtua murid dan masyarakat untuk berpartisipasi meningkatkan mutu pendidikan. Seperti ikut mengawasi penyelenggaran program pendidikan, pembangunan di sekolah bahkan sekarang diberikan kewenangan untuk mengaudit pengunaan anggaran diinternal sekolah.
Meski begitu kata dia, orangtua murid tetap bisa memberikan sumbangan secara sukarela sesuai kemampuan dan tanpa paksaan untuk membantu pembangunan kelas, mushola atau program eksternal yang dilaksanakan sekolah. Para siswa pun demikian, bisa memberikan infaq melalui kotak amal di sekolah sesuai dengan kerelaan masing-masing tanpa diatur besarannya.
Disinggung soal rencana PGRI untuk bersurat ke Pemerintah Pusat meminta agar kebijakan itu ditinjau kembali, menurutnya itu sah saja. Justru dirinya mendukung agar ada pertimbangan pusat untuk mencarikan solusi lain. Misalnya menambah anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk mengakomodir item anggaran yang belum tersedia.
“Saat ini besar dana BOS yang diterima sekolah sudah ditambah, dihitung Rp.1 juta persiswa. Tapi memang juknisnya jelas dan belum mencakup semua item anggaran untuk kebutuhan lainnya. Kekurangan itulah yang mungkin bisa ditambah dalam dana BOS,” pungkasnya. (KS-13)
Demikian disampaikan Sekretaris Dinas Dikpora Kota Bima, Drs. Moh. Yamin, Msi, Kamis (30/10) menanggapi kekuatiran sejumlah sekolah terhadap kebijakan peniadaan penarikan dana komite oleh Pemerintah Pusat.
Menurut Yamin, penarikan uang kepada siswa dan orantua murid memang tidak diperbolehkan jika tidak ada dasar aturannya. Karena saat ini, pemerintah sudah memprogramkan pendidikan gratis dan murah. Apalagi penarikan dana komite terkesan membebani orangtua murid dari kalangan ekonomi tidak mampu karena besarannya telah ditentukan standar sesuai kesepakatan.
“Niatnya memang disebut sumbangan, tetapi karena ditentukan standar dan besarannya ini yang keliru karena bukan lagi sumbangan namanya, tetapi seolah menjadi kewajiban. Sementara dasar aturannya kan tidak ada dan juga akan membenani para siswa,” jelasnya ditemui di dinas setempat.
Padahal sambungnya, komite sekolah dibentuk bukan hanya untuk mengurus soal sumbangan, tetapi sebagai wadah orangtua murid dan masyarakat untuk berpartisipasi meningkatkan mutu pendidikan. Seperti ikut mengawasi penyelenggaran program pendidikan, pembangunan di sekolah bahkan sekarang diberikan kewenangan untuk mengaudit pengunaan anggaran diinternal sekolah.
Meski begitu kata dia, orangtua murid tetap bisa memberikan sumbangan secara sukarela sesuai kemampuan dan tanpa paksaan untuk membantu pembangunan kelas, mushola atau program eksternal yang dilaksanakan sekolah. Para siswa pun demikian, bisa memberikan infaq melalui kotak amal di sekolah sesuai dengan kerelaan masing-masing tanpa diatur besarannya.
Disinggung soal rencana PGRI untuk bersurat ke Pemerintah Pusat meminta agar kebijakan itu ditinjau kembali, menurutnya itu sah saja. Justru dirinya mendukung agar ada pertimbangan pusat untuk mencarikan solusi lain. Misalnya menambah anggaran Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk mengakomodir item anggaran yang belum tersedia.
“Saat ini besar dana BOS yang diterima sekolah sudah ditambah, dihitung Rp.1 juta persiswa. Tapi memang juknisnya jelas dan belum mencakup semua item anggaran untuk kebutuhan lainnya. Kekurangan itulah yang mungkin bisa ditambah dalam dana BOS,” pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS