Seperti terjadi di Desa Tangga Kecamatan Monta Kabupaten Bima. Rencana eksekusi lahan pertanian seluas empat are gagal dilakukan sesuai agenda Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima.
Kasus eksekusi tanah, kerap kali menimbulkan konflik horisontal masyarakat, baik antar masyarakat maupun dengan pihak keamanan. Seperti terjadi di Desa Tangga Kecamatan Monta Kabupaten Bima. Rencana eksekusi lahan pertanian seluas empat are gagal dilakukan sesuai agenda Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima. Pasalnya, ratusan warga dari pihak yang bersengketa menghadang aparat Kepolisian saat tanah hendak dieksekusi.
Jumlah warga bahkan hampir setara dengan personil Kepolisian dari Polres Bima Kabupaten. Penghadangan itu didasari keberatan warga terhadap putusan PN Raba Bima yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi ril luas lahan. "Kami terpaksa menghadang aparat Kepolisian dan PN Raba Bima untuk lakukan eksekusi, karena tidak sesuai dengan luas tanah yang diputuskan PN Raba Bima," ujar salah satu pihak keluarga tergugat, Mujiburrahman, Rabu (21/1) pagi.
Diakuinya, penggugat lahan adalah Ahmad yang juga warga setempat, sedangkan tergugat adalah Siti Maryam. "Awal mulanya tanah itu, kami tidak mengetahuinya. Tapi, yang kami tahu lahan yang bermasalah hanya dua are saja bukan empat are," ungkap sumber yang juga warga setempat.
Karenanya kata dia, warga dan pihak keluarga tergugat merasa keberatan. Sebab bila dieksekusi empat are, maka lahan pertanian milik warga lain di luar sengketa secara otomatis telah diambil. "Lahan milik tergugat itu hanya dua are, kenapa diputus empat are. Ini yang kami tidak mengerti dan tidak mau menerima putusan PN itu," jelas dia.
Semua warga katanya, tidak terima dengan putusan PN Raba Bima itu. Dengan adanya rencana eksekusi yang dinilai salah ini, warga meminta agar PN setempat menganulir putusan tersebut. "Kami akan terus menghadang siapapun yang ingin ke lokasi itu. Termasuk Polisi," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Juru Sita PN Raba Bima, Sukardin, SH mengaku, terpaksa menunda dulu eksekusi karena alasan keamanan. "Melihat kondisi ini, tentu eksekusi akan kami ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan," ujarnya singkat.
Secara terpisah, Kapolres Bima Kabupaten, AKBP. Ekawana Prasta S. IK mengatakan, pihaknya telah memediasi persoalan itu dengan warga dan akan mempertanyakan kembali kesalahan luas lahan yang mau dieksekusi. "Dalam amar putusan, luas lahan yang akan dieksekusi ril," ungkapnya.
Karena pihak PN Raba Bima, memutuskan untuk menunda jalannya eksekusi lahan itu. Pihaknya juga tidak bisa memaksa, sesuai dengan kondisi yang ada di lapanga,"Kita akan menunggu kembali, kapan ada kesepakatan untuk dieksekusi. Sebab, kami hanya sifatnya melakukan pengamanan," kata Kapolres.
Pantauan wartawan Koran Stabilitas, warga juga menebang pohon untuk melakukan pemblokiran jalan. Warga mengancam akan terus menghadang siapapun yg ingin menguasai lahan itu tanpa terkecuali. Pengahadangan dan pemblokiran jalan, dilakukan warga mulai sekitar pukul 09.00 Wita, hingga pukul 13.15 Wita. Usai aparat Kepilisian membubarkan diri, karena eksekusi ditunda. Warga pun, juga membubarkan diri dengan teratur. (KS-05)
Jumlah warga bahkan hampir setara dengan personil Kepolisian dari Polres Bima Kabupaten. Penghadangan itu didasari keberatan warga terhadap putusan PN Raba Bima yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi ril luas lahan. "Kami terpaksa menghadang aparat Kepolisian dan PN Raba Bima untuk lakukan eksekusi, karena tidak sesuai dengan luas tanah yang diputuskan PN Raba Bima," ujar salah satu pihak keluarga tergugat, Mujiburrahman, Rabu (21/1) pagi.
Diakuinya, penggugat lahan adalah Ahmad yang juga warga setempat, sedangkan tergugat adalah Siti Maryam. "Awal mulanya tanah itu, kami tidak mengetahuinya. Tapi, yang kami tahu lahan yang bermasalah hanya dua are saja bukan empat are," ungkap sumber yang juga warga setempat.
Karenanya kata dia, warga dan pihak keluarga tergugat merasa keberatan. Sebab bila dieksekusi empat are, maka lahan pertanian milik warga lain di luar sengketa secara otomatis telah diambil. "Lahan milik tergugat itu hanya dua are, kenapa diputus empat are. Ini yang kami tidak mengerti dan tidak mau menerima putusan PN itu," jelas dia.
Semua warga katanya, tidak terima dengan putusan PN Raba Bima itu. Dengan adanya rencana eksekusi yang dinilai salah ini, warga meminta agar PN setempat menganulir putusan tersebut. "Kami akan terus menghadang siapapun yang ingin ke lokasi itu. Termasuk Polisi," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Juru Sita PN Raba Bima, Sukardin, SH mengaku, terpaksa menunda dulu eksekusi karena alasan keamanan. "Melihat kondisi ini, tentu eksekusi akan kami ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan," ujarnya singkat.
Secara terpisah, Kapolres Bima Kabupaten, AKBP. Ekawana Prasta S. IK mengatakan, pihaknya telah memediasi persoalan itu dengan warga dan akan mempertanyakan kembali kesalahan luas lahan yang mau dieksekusi. "Dalam amar putusan, luas lahan yang akan dieksekusi ril," ungkapnya.
Karena pihak PN Raba Bima, memutuskan untuk menunda jalannya eksekusi lahan itu. Pihaknya juga tidak bisa memaksa, sesuai dengan kondisi yang ada di lapanga,"Kita akan menunggu kembali, kapan ada kesepakatan untuk dieksekusi. Sebab, kami hanya sifatnya melakukan pengamanan," kata Kapolres.
Pantauan wartawan Koran Stabilitas, warga juga menebang pohon untuk melakukan pemblokiran jalan. Warga mengancam akan terus menghadang siapapun yg ingin menguasai lahan itu tanpa terkecuali. Pengahadangan dan pemblokiran jalan, dilakukan warga mulai sekitar pukul 09.00 Wita, hingga pukul 13.15 Wita. Usai aparat Kepilisian membubarkan diri, karena eksekusi ditunda. Warga pun, juga membubarkan diri dengan teratur. (KS-05)
COMMENTS