Itu dikarenakan kondisi bangunan yang tidak terurus. Sehingga dimanfaatkan oleh oknum untuk berbuat mesum.
Keberadaan Paruga Nae Woha di Desa Talabiu, saat ini sudah sangat memprihatinkan. Bangunan yang direncanakan untuk pusat kegiatan pemerintah dan masyarakat di Kecamatan Woha ini diduga beralih fungsi menjadi tempat maksiat bagi oknum masyarakat. Itu dikarenakan kondisi bangunan yang tidak terurus. Sehingga dimanfaatkan oleh oknum untuk berbuat mesum.
Pemerintah Kabupaten Bima, membangun gedung Paruga Nae Woha dengan anggaran APBD bernilai Rp.1 Milyar lebih. Dengan tujuan, kegiatan kemasyarakatan bisa dilaksanakan ditempat itu, dan juga untuk menambah pendapatan daerah dari sewa gedung.
Selama ini, masyarakat yang melaksanakan resepsi pernikahan sering menyewa gedung itu. Hanya saja kondisi gedung tersebut saat ini sudah tidak layak untuk digunakan sebagai acara-acara resmi. Karena selain kotor dan bau, kondisi bangunan sudah banyak yang rusak, akibat tidak terurus. Salah satu contohnya, pintu toilet (WC) sudah rusak, dan tidak ada air di dalamnya.
Padahal, setiap kali masyarakat menyewa tempat itu, pemerintah daerah mengantongi uang Rp.1 Juta. Artinya, dalam satu tahun, Paruga Nae Woha bisa menyumbang dana Rp.50 juta Hingga Rp.100 juta. Lalu kemana uang tersebut, dan kenapa kondisi bangunan tidak terurus dan tidak ada petugasnya.
Informasi yang dihimpun Koran Stabilitas, Paruga Nae woha, dikelola oleh Bagian Umum Setda Kabupaten Bima bersama Camat Woha. Dulunya ada petugas yang bekerja di Paruga Nae Woha, namun karena tidak menerima gaji, petugas tersebut berhenti. Akibatnya, bangunan tersebut tidak terurus lagi.
Yang lebih memalukan lagi, berdasarkan hasil pantauan wartawan Koran Stabilitas, pada saat acara penyerahan SK CPNSD Formasi Kategori II. Saat itu, Kepala BKN regional X Denpasar meminta diri ke toilet. Kepala BKD Kabupaten Bima dan seluruh panitia, kebingungan ketika mendengar permintaan Kepala BKN tersebut, karena toilet yang ada di Paruga Nae tidak ada airnya. Sehingga Kepala BKN membawa air kemasan ke dalam toilet.
Tidak hanya itu, pada acara pelantikan 500 lebih pejabat lingkup Pemkab Bima pun terjadi hal yang sama, Ratusan undangan terpaksa buang air kecil di toilet yang baud an tidak ada air tersebut. Selain itu, ada pemandangan yang berbeda di depan Paruga Nae Woha, di jalan didepannya dijadikan tempat pembuangan sampah. Sehingga para udangan yang menuju paruga nae, harus melewati tumpukan sampah dengan bau yang menyengat.
Kabag Umum Setda Kabupaten Bima, H. Budiman, SH yang dikonfirmasi membenarkan Paruga Nae tersebut dikelola oleh Bagian Umum. Namun dirinya mengeluhkan tidak adanya anggaran untuk perawatan gedung tersebut. Karena dari target PAD untuk semua Paruga Nae yang ada sebesar Rp.200 juta, yang tercapai hanya sebagian kecil. Untuk Paruga Nae Woha, diakuinya untuk tahun 2014 lalu hanya menyetor belasan juta saja. “Lebih baik Paruga Nae tersebut dikelola oleh pihak swasta dengan system sewa tahunan. Sehingga bangunan tersebut bisa dikelola dengan baik dan dibenahi,” tuturnya.
Camat Woha, Dahlan S.Sos yang dikonfirmasi, mengakui adanya laporan masyarakat terkait Paruga Nae Woha yang diduga dijadikan tempat mesum oknum warga, dan banyaknya warga yang buang sampah di depan paruga nae. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya menurunkan anggota Pol PP untuk patrol pada jam-jam tertentu. “Informasinya, tempat itu memang sering dijadikan tempat mesum, sehingga Pol PP diturunkan untuk patroli. Sementara masyarakat yang membuang sampah tidak bisa dihindari meskipun sudah disediakan bak sampah,” akunya.
Soal sewa gedung, Camat mengaku mendapat keuntungan Rp.400 ribu setiap kali sewa. Karena satu kali sewa gedung sebesar Rp.1.4 juta. Rp.1 Juta disetorkan ke Bagian umum, semetara sisanya masuk ke Kas Camat untuk baiya pengelolaan. Dahlan berharap agar pemerintah menyediakan anggaran untuk pemeliharaan gedung tersebut. “Mestinya ada anggaran pemeliharaan atau perawata gedung, agar bisa terurus dengan baik. Dengan anggaran tersebut, kita bisa menggaji petugas,” ujarnya. (KS-02)
Pemerintah Kabupaten Bima, membangun gedung Paruga Nae Woha dengan anggaran APBD bernilai Rp.1 Milyar lebih. Dengan tujuan, kegiatan kemasyarakatan bisa dilaksanakan ditempat itu, dan juga untuk menambah pendapatan daerah dari sewa gedung.
Selama ini, masyarakat yang melaksanakan resepsi pernikahan sering menyewa gedung itu. Hanya saja kondisi gedung tersebut saat ini sudah tidak layak untuk digunakan sebagai acara-acara resmi. Karena selain kotor dan bau, kondisi bangunan sudah banyak yang rusak, akibat tidak terurus. Salah satu contohnya, pintu toilet (WC) sudah rusak, dan tidak ada air di dalamnya.
Padahal, setiap kali masyarakat menyewa tempat itu, pemerintah daerah mengantongi uang Rp.1 Juta. Artinya, dalam satu tahun, Paruga Nae Woha bisa menyumbang dana Rp.50 juta Hingga Rp.100 juta. Lalu kemana uang tersebut, dan kenapa kondisi bangunan tidak terurus dan tidak ada petugasnya.
Informasi yang dihimpun Koran Stabilitas, Paruga Nae woha, dikelola oleh Bagian Umum Setda Kabupaten Bima bersama Camat Woha. Dulunya ada petugas yang bekerja di Paruga Nae Woha, namun karena tidak menerima gaji, petugas tersebut berhenti. Akibatnya, bangunan tersebut tidak terurus lagi.
Yang lebih memalukan lagi, berdasarkan hasil pantauan wartawan Koran Stabilitas, pada saat acara penyerahan SK CPNSD Formasi Kategori II. Saat itu, Kepala BKN regional X Denpasar meminta diri ke toilet. Kepala BKD Kabupaten Bima dan seluruh panitia, kebingungan ketika mendengar permintaan Kepala BKN tersebut, karena toilet yang ada di Paruga Nae tidak ada airnya. Sehingga Kepala BKN membawa air kemasan ke dalam toilet.
Tidak hanya itu, pada acara pelantikan 500 lebih pejabat lingkup Pemkab Bima pun terjadi hal yang sama, Ratusan undangan terpaksa buang air kecil di toilet yang baud an tidak ada air tersebut. Selain itu, ada pemandangan yang berbeda di depan Paruga Nae Woha, di jalan didepannya dijadikan tempat pembuangan sampah. Sehingga para udangan yang menuju paruga nae, harus melewati tumpukan sampah dengan bau yang menyengat.
Kabag Umum Setda Kabupaten Bima, H. Budiman, SH yang dikonfirmasi membenarkan Paruga Nae tersebut dikelola oleh Bagian Umum. Namun dirinya mengeluhkan tidak adanya anggaran untuk perawatan gedung tersebut. Karena dari target PAD untuk semua Paruga Nae yang ada sebesar Rp.200 juta, yang tercapai hanya sebagian kecil. Untuk Paruga Nae Woha, diakuinya untuk tahun 2014 lalu hanya menyetor belasan juta saja. “Lebih baik Paruga Nae tersebut dikelola oleh pihak swasta dengan system sewa tahunan. Sehingga bangunan tersebut bisa dikelola dengan baik dan dibenahi,” tuturnya.
Camat Woha, Dahlan S.Sos yang dikonfirmasi, mengakui adanya laporan masyarakat terkait Paruga Nae Woha yang diduga dijadikan tempat mesum oknum warga, dan banyaknya warga yang buang sampah di depan paruga nae. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya menurunkan anggota Pol PP untuk patrol pada jam-jam tertentu. “Informasinya, tempat itu memang sering dijadikan tempat mesum, sehingga Pol PP diturunkan untuk patroli. Sementara masyarakat yang membuang sampah tidak bisa dihindari meskipun sudah disediakan bak sampah,” akunya.
Soal sewa gedung, Camat mengaku mendapat keuntungan Rp.400 ribu setiap kali sewa. Karena satu kali sewa gedung sebesar Rp.1.4 juta. Rp.1 Juta disetorkan ke Bagian umum, semetara sisanya masuk ke Kas Camat untuk baiya pengelolaan. Dahlan berharap agar pemerintah menyediakan anggaran untuk pemeliharaan gedung tersebut. “Mestinya ada anggaran pemeliharaan atau perawata gedung, agar bisa terurus dengan baik. Dengan anggaran tersebut, kita bisa menggaji petugas,” ujarnya. (KS-02)
COMMENTS