Kota Bima dan Mataram merupakan daerah yang menentukan inflasi di NTB selama beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan hasil kajian ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Propinsi NTB, Kota Bima dan Mataram merupakan daerah yang menentukan inflasi di NTB selama beberapa tahun terakhir. Kedua daerah ini menjadi indikator untuk melihat grafik inflasi, karena merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi cukup baik dibandingkan daerah lainnya.
Wartawan dari Bima dan Dompu saat mengikuti sosialisasi perbankan dengan Bank Indonesia NTB
“Salah satu penyebab Kota Bima dan Mataram menentukan inflasi, karena tingkat konsumsi masyarakat terhadap suatu barang atau komoditas yang tinggi. Namun, mendorong pertumbuhan ekonomi kita dengan tingginya tingkat konsumsi tentu tidak sehat,” kata Prijono, Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTB saat kegiatan sosialisasi bersama wartawan Bima dan Dompu di Hotel Mutmainnah, Sabtu kemarin.
Prijono menjelaskan, khusus di Kota Bima, ada beberapa komoditas yang dianggap mempengaruhi inflasi NTB. Diantaranya yakni, beras, bahan bakar rumah tangga (gas, minyak tanah), tomat sayur, daging ayam dan transportasi udara. Beberapa komoditas tersebut dianggap mempengaruhi inflasi karena tingkat kebutuhan masyarakat yang tinggi dan harganya bergejolak atau fluktuatif saat ini. Selain itu, merupakan komoditas yang diatur harganya oleh pemerintah.
“Bergejolaknya harga komoditas seperti gas sebagai bahan bakar rumah tangga juga bisa dipengaruhi biaya distribusi yang tinggi. Apalagi, saat ini kebutuhan akan gas makin meningkat dan tidak sebanding dengan suplay gas dari pemerintah. Sehingga gas melon menjadi incaran karena murah,” terangnya.
Prijono mengaku, dari gambaran itu, secara umum sektor konsumsi masih menjadi salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi di NTB. Disamping sektor investasi dan pertambangan. Selain itu, penyumbang pertumbuhan ekonomi juga dari sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran. Tiga sektor ini dinilai paling tinggi terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB).
Untuk menjaga agar inflasi pada sektor komsumsi tetap stabil jelasnya, Bank Indonesia turun ke Kota Bima dan membantu mendorong petani meningkatkan produksi komoditas tertentu. Salah satu komoditas yang dibidik yakni, kedelai dan jagung karena dianggap tinggi permintaannya di pasar. “Menekan inflasi, tidak bisa hanya dengan menaikkan suku bunga. Salah salah strategi kita adalah mendukung produksi komoditas seperti ini,” tuturnya.
Namun tambahnya, Bank Indonesia NTB tidak bisa sendiri, tetapi harus bermitra dengan Pemerintah Daerah dan pihak terkait. Seperti melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang dibentuk untuk melahirkan regulasi mendukung program tersebut.
Selain Kepala Perwakilan BI NTB, materi lain juga yakni tentang kebanksentralan, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) disampaikan Anita Lubis (Staf BI NTB), dan mengenali ciri keaslian rupiah disampaikan Amang (Staf BI NTB). Kegiatan sosialisasi bersama BI itu berlangsung setengah hari di Hotel Mutmainnah Kota Bima. Diikuti puluhan wartawan Bima dan Dompu dari berbagai media cetak dan elektronik. Pelibatan wartawan sebagai peserta sosialisasi diharapkan bisa menjadi corong penyebarluasan informasi tentang tugas dan peran BI. (KS-13)
Wartawan dari Bima dan Dompu saat mengikuti sosialisasi perbankan dengan Bank Indonesia NTB
“Salah satu penyebab Kota Bima dan Mataram menentukan inflasi, karena tingkat konsumsi masyarakat terhadap suatu barang atau komoditas yang tinggi. Namun, mendorong pertumbuhan ekonomi kita dengan tingginya tingkat konsumsi tentu tidak sehat,” kata Prijono, Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTB saat kegiatan sosialisasi bersama wartawan Bima dan Dompu di Hotel Mutmainnah, Sabtu kemarin.
Prijono menjelaskan, khusus di Kota Bima, ada beberapa komoditas yang dianggap mempengaruhi inflasi NTB. Diantaranya yakni, beras, bahan bakar rumah tangga (gas, minyak tanah), tomat sayur, daging ayam dan transportasi udara. Beberapa komoditas tersebut dianggap mempengaruhi inflasi karena tingkat kebutuhan masyarakat yang tinggi dan harganya bergejolak atau fluktuatif saat ini. Selain itu, merupakan komoditas yang diatur harganya oleh pemerintah.
“Bergejolaknya harga komoditas seperti gas sebagai bahan bakar rumah tangga juga bisa dipengaruhi biaya distribusi yang tinggi. Apalagi, saat ini kebutuhan akan gas makin meningkat dan tidak sebanding dengan suplay gas dari pemerintah. Sehingga gas melon menjadi incaran karena murah,” terangnya.
Prijono mengaku, dari gambaran itu, secara umum sektor konsumsi masih menjadi salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi di NTB. Disamping sektor investasi dan pertambangan. Selain itu, penyumbang pertumbuhan ekonomi juga dari sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran. Tiga sektor ini dinilai paling tinggi terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB).
Untuk menjaga agar inflasi pada sektor komsumsi tetap stabil jelasnya, Bank Indonesia turun ke Kota Bima dan membantu mendorong petani meningkatkan produksi komoditas tertentu. Salah satu komoditas yang dibidik yakni, kedelai dan jagung karena dianggap tinggi permintaannya di pasar. “Menekan inflasi, tidak bisa hanya dengan menaikkan suku bunga. Salah salah strategi kita adalah mendukung produksi komoditas seperti ini,” tuturnya.
Namun tambahnya, Bank Indonesia NTB tidak bisa sendiri, tetapi harus bermitra dengan Pemerintah Daerah dan pihak terkait. Seperti melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang dibentuk untuk melahirkan regulasi mendukung program tersebut.
Selain Kepala Perwakilan BI NTB, materi lain juga yakni tentang kebanksentralan, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) disampaikan Anita Lubis (Staf BI NTB), dan mengenali ciri keaslian rupiah disampaikan Amang (Staf BI NTB). Kegiatan sosialisasi bersama BI itu berlangsung setengah hari di Hotel Mutmainnah Kota Bima. Diikuti puluhan wartawan Bima dan Dompu dari berbagai media cetak dan elektronik. Pelibatan wartawan sebagai peserta sosialisasi diharapkan bisa menjadi corong penyebarluasan informasi tentang tugas dan peran BI. (KS-13)
COMMENTS