Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, H. Muhammad Lutfi, SE, Minggu (19/4) sore menggelar acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Hotel La Ila Kota Bima.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, H. Muhammad Lutfi, SE, Minggu (19/4) sore menggelar acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Hotel La Ila Kota Bima. Kegiatan yang difasilitasi Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Bima tersebut, berjalan dengan hikmad dan dihadiri puluhan peserta dari berbagai kampus di Bima.
Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Hotel La Ila
Dalam sosialisasi itu, H. Muhammad Lutfi, SE memaparkan, bahwa sistem pemerintahan yang ada di bangsa ini, sudah tidak lagi mengedepankan otoriter. Empat pilar kebangsaan jangan sampai hanya dipahami oleh siswa saja. Tapi, Mahasiswa dan masyarakat juga harus mengetahuinya, agar tidak terjadinya konflik horisontal antar kampung seperti yang terjadi selama ini."Empat pilar kebangsaan ini, harus dijadikan sebagai ideologi negara yang perlu diresapi oleh setiap warga negara,"ungkapnya.
Empat pilar kebangsaan lanjutnya, merupakan hal yang sangat fundamental. Ditengah stabilitas politik yang tercabik-cabik ini, jangan sampai disalah artikan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, makna demokrasi harus dipahami dengan baik. Artinya, hukum harus jadi panglima ditengah-tengah kehidupan masyarakat."Kadang-kadang, hukum bagi rakyat kecil dilakukan ibarat sebilah pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Ini yang harus kita perhatikan,"jelasnya.
Sistim hukum di Indobesia saat ini kata dia, adalah siapa yang mampu bernegosiasi dengan peradilan, maka mau tidak mau dia yang menang. Ia mencontohkan, lemahnya hukum di Indonesia ini, terbukti ketika memproses kasus yang menyeret nenek yang diduga mengambil kayu disebuah kebun milik anaknya."Sebenarnya, sok terapi yang harus kita dilakukan itu, untuk oknum-oknum pengusaga yang melakukan illegal loging. Kenapa mereka itu tidak diproses," tanya Lutfi.
Hari ini katanya, hukum telah menjadi pisau bermata dua. Bisa digunakan oleh penguasa dan akademisi. Hukum harus dinetralisir untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pengusa."Kalau hukum sudah keluar dari ketentuannya, maka hukum hanya merupakan suatu alat percobaan dalam negera ini,"katanya.
Sementara itu, Ketua LPM Kota Bima Gufran Muhidin, SH mengatakan, sistim hukum di Indonesia merupakan sistim hukum aparatur, budaya serta sistim sarana dan prasarana hukum. "Dalam hukum indonesia, sekecil apapun bisa menjadi celah untuk menjatuhkan," ungkap Gufran yang juga menjadi panelis dalam sosialisasi itu.
Sistim lainnya menurut dia, dalam penegakan hukum indonesia adalah sistim kepentingan orang-orang besar. Bukti dari semua itu, terjadi di negara ini. Orang kecil ditindak, orang besar tidak dilakukan tindakan yang signifikan. Indikator lainnya dari bukti kelemahan hukum indonesia, yakni terjadinya pembakaran Kantor Bupati Bima beberapa tahun silam. Pertahanan penguasa untuk mempertahankan Surat Keputusan (SK) 188 itu, membuat masyarakat harus bertindak menurut mereka benar. "Seharusnya, penguasa harus mementingkan kepentingan rakyat banyak. Aparatur hukum yang baik, adalah yang tetap bersama dengan raktnya,"katanya penuh semangat. (KS-05)
Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Hotel La Ila
Dalam sosialisasi itu, H. Muhammad Lutfi, SE memaparkan, bahwa sistem pemerintahan yang ada di bangsa ini, sudah tidak lagi mengedepankan otoriter. Empat pilar kebangsaan jangan sampai hanya dipahami oleh siswa saja. Tapi, Mahasiswa dan masyarakat juga harus mengetahuinya, agar tidak terjadinya konflik horisontal antar kampung seperti yang terjadi selama ini."Empat pilar kebangsaan ini, harus dijadikan sebagai ideologi negara yang perlu diresapi oleh setiap warga negara,"ungkapnya.
Empat pilar kebangsaan lanjutnya, merupakan hal yang sangat fundamental. Ditengah stabilitas politik yang tercabik-cabik ini, jangan sampai disalah artikan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, makna demokrasi harus dipahami dengan baik. Artinya, hukum harus jadi panglima ditengah-tengah kehidupan masyarakat."Kadang-kadang, hukum bagi rakyat kecil dilakukan ibarat sebilah pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Ini yang harus kita perhatikan,"jelasnya.
Sistim hukum di Indobesia saat ini kata dia, adalah siapa yang mampu bernegosiasi dengan peradilan, maka mau tidak mau dia yang menang. Ia mencontohkan, lemahnya hukum di Indonesia ini, terbukti ketika memproses kasus yang menyeret nenek yang diduga mengambil kayu disebuah kebun milik anaknya."Sebenarnya, sok terapi yang harus kita dilakukan itu, untuk oknum-oknum pengusaga yang melakukan illegal loging. Kenapa mereka itu tidak diproses," tanya Lutfi.
Hari ini katanya, hukum telah menjadi pisau bermata dua. Bisa digunakan oleh penguasa dan akademisi. Hukum harus dinetralisir untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pengusa."Kalau hukum sudah keluar dari ketentuannya, maka hukum hanya merupakan suatu alat percobaan dalam negera ini,"katanya.
Sementara itu, Ketua LPM Kota Bima Gufran Muhidin, SH mengatakan, sistim hukum di Indonesia merupakan sistim hukum aparatur, budaya serta sistim sarana dan prasarana hukum. "Dalam hukum indonesia, sekecil apapun bisa menjadi celah untuk menjatuhkan," ungkap Gufran yang juga menjadi panelis dalam sosialisasi itu.
Sistim lainnya menurut dia, dalam penegakan hukum indonesia adalah sistim kepentingan orang-orang besar. Bukti dari semua itu, terjadi di negara ini. Orang kecil ditindak, orang besar tidak dilakukan tindakan yang signifikan. Indikator lainnya dari bukti kelemahan hukum indonesia, yakni terjadinya pembakaran Kantor Bupati Bima beberapa tahun silam. Pertahanan penguasa untuk mempertahankan Surat Keputusan (SK) 188 itu, membuat masyarakat harus bertindak menurut mereka benar. "Seharusnya, penguasa harus mementingkan kepentingan rakyat banyak. Aparatur hukum yang baik, adalah yang tetap bersama dengan raktnya,"katanya penuh semangat. (KS-05)
COMMENTS