Seperti yang dilakoni Sa’dia salah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang menjual nasi di lokasi Terminal Dara Kota Bima.
Beragam cara dan pola manusia mencari nafkah demi menyambung hidup sehari-hari. Ada yang berprofesi sebagai tukang batu, kuli bangunan, tukang ojek, dan lain sebagainya. Seperti yang dilakoni Sa’dia salah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang menjual nasi di lokasi Terminal Dara Kota Bima.
ilustrasi nasi bungkus
Suka dukanya sebagai penjual nasi, rokok dan sejumlah makanan serta minuman ringan bukan satu atau dua tahun. Tetapi, sudah berlansung puluuhan tahun. Bagi IRT berusia 50 tahun itu, usaha yang digelutinya merupakan sumber mata pencaharian untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Termasuk, biaya pendidikan untuk lima orang anaknya."Usaha kecil ini andalan saya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan bagi lima orang anak saya," ceritanya kepada wartawan Koran Stabilitas.
Berkat ketekunan dan kesabaran disertai do’a, keuntungan dari hasil jualannya bisa membantu biaya pendidikan bagi kelima orang anaknya. Meski, hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). "Alhamdulillah, anak-anak saya tidak ada yang putus sekolah. Semuanya telah mengantongi Ijazah SMA," ujarnya dengan nada sedih.
Meski demikian, bukan berarti dalam menjalankan usaha tidak menuai hambatan. Terkadang katanya, dihadapkan dengan masalah keuntungan yang serba pas-pasan. Karena, sepi pembeli. Sehingga berpengaruh pada modal. Untuk mengantisipasi menipisnya modal, Ia terpaksa pinjam uang koperasi meski dengan bunga 20 persen. "Terbebani seh, harus bayar Rp.50 ribu perhari kalau misalnya pinjam Rp.1 juta. Kalau tidak seperti itu, mau dapat modal darimana,” tuturnya.
Berharap untuk dapat bantuan pinjaman modal dari pemerintah daerah, baginya itu tidak munkin. Buktinya, sejak awal membuka usaha hingga saat ini tidak pernah dapat bantuan pemerintah. Justeru, dirinya dan seluruh warga yang berjualan diareal ini diwajibkan membayar Rp.13 Ribu hingga Rp.32 ribu perminggu."Yang menggunakan bangunan dari pemerintah harus membayar Rp.32 Ribu. Sementara yang bangun sendiri seperti saya, hanya Rp.13 ribu perminggu," tandasnya..
Kendati terbebani, karena harus membayar angsuran pinjaman koperasi, bayar kewajiban pada pemerintah, ditambah lagi jualan yang kadang laris kadang sepi. Namun, semua itu dianggap lumrah, biasa karena bagian dari cobaan dan ujian dalam menjalani kehidupan. Yang terpenting sebutnya, tetap tabah,tawakal, sabar,dan tidak patah semangat dalam menjalankan usaha ini. Walaupun, usaha dengan modal pas-pasan.
"Saya yakin, setiap manusia memiliki pekerjaan dan rezeki masing-masing. Cumann kadarnya yang berbeda, begitupun dengan pekerjaan seperti ini, kadang laris kadang sepi. Kalau saya pasrah dengan keadaan yang sudah dan sedang terjadi, modal kecil, bayar ini dan itu, mungkin anak-anak saya tidak ada yang sekolah," pungkasnya sembari menyarankan agar menjalani dan mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT. (KS-09)
ilustrasi nasi bungkus
Suka dukanya sebagai penjual nasi, rokok dan sejumlah makanan serta minuman ringan bukan satu atau dua tahun. Tetapi, sudah berlansung puluuhan tahun. Bagi IRT berusia 50 tahun itu, usaha yang digelutinya merupakan sumber mata pencaharian untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Termasuk, biaya pendidikan untuk lima orang anaknya."Usaha kecil ini andalan saya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan bagi lima orang anak saya," ceritanya kepada wartawan Koran Stabilitas.
Berkat ketekunan dan kesabaran disertai do’a, keuntungan dari hasil jualannya bisa membantu biaya pendidikan bagi kelima orang anaknya. Meski, hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). "Alhamdulillah, anak-anak saya tidak ada yang putus sekolah. Semuanya telah mengantongi Ijazah SMA," ujarnya dengan nada sedih.
Meski demikian, bukan berarti dalam menjalankan usaha tidak menuai hambatan. Terkadang katanya, dihadapkan dengan masalah keuntungan yang serba pas-pasan. Karena, sepi pembeli. Sehingga berpengaruh pada modal. Untuk mengantisipasi menipisnya modal, Ia terpaksa pinjam uang koperasi meski dengan bunga 20 persen. "Terbebani seh, harus bayar Rp.50 ribu perhari kalau misalnya pinjam Rp.1 juta. Kalau tidak seperti itu, mau dapat modal darimana,” tuturnya.
Berharap untuk dapat bantuan pinjaman modal dari pemerintah daerah, baginya itu tidak munkin. Buktinya, sejak awal membuka usaha hingga saat ini tidak pernah dapat bantuan pemerintah. Justeru, dirinya dan seluruh warga yang berjualan diareal ini diwajibkan membayar Rp.13 Ribu hingga Rp.32 ribu perminggu."Yang menggunakan bangunan dari pemerintah harus membayar Rp.32 Ribu. Sementara yang bangun sendiri seperti saya, hanya Rp.13 ribu perminggu," tandasnya..
Kendati terbebani, karena harus membayar angsuran pinjaman koperasi, bayar kewajiban pada pemerintah, ditambah lagi jualan yang kadang laris kadang sepi. Namun, semua itu dianggap lumrah, biasa karena bagian dari cobaan dan ujian dalam menjalani kehidupan. Yang terpenting sebutnya, tetap tabah,tawakal, sabar,dan tidak patah semangat dalam menjalankan usaha ini. Walaupun, usaha dengan modal pas-pasan.
"Saya yakin, setiap manusia memiliki pekerjaan dan rezeki masing-masing. Cumann kadarnya yang berbeda, begitupun dengan pekerjaan seperti ini, kadang laris kadang sepi. Kalau saya pasrah dengan keadaan yang sudah dan sedang terjadi, modal kecil, bayar ini dan itu, mungkin anak-anak saya tidak ada yang sekolah," pungkasnya sembari menyarankan agar menjalani dan mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT. (KS-09)
COMMENTS