Sanggar La Hilla di bawah naungan Yayasan La Hila Institute terus menyumbangkan karya mereka untuk generasi di Desa Punti Kecamatan Soromandi.
Bima, KS.- Sanggar La Hilla di bawah naungan Yayasan La Hila Institute terus menyumbangkan karya mereka untuk generasi di Desa Punti Kecamatan Soromandi. Mereka terus melatih tarian budaya Mbojo, seperti tarian La Hila, Wura Bongi Monca, Buja Kadanda dan tarian adat Bima lainnya. Keterbatasan sarana dan prasarana tidak menyurutkan semangat mereka untuk berkarya.
Museum Asi Mbojo
Saat Koran Stabilitas berkunjung di Sekretariat La Hila Institut di Dusun Sarita Desa Punti beberapa waktu lalu, melihat langsung proses latihan tersebut. Terlihat lenggak-lenggok Wanita 16 tahunan yang sedang berlatih tarian Wura Bongi Monca. Mereka berlatih untuk persiapan pertunjukan di resepsi pernikahan warga desa setempat.
Apalagi, beberapa tahun terahir ini di Kecamatan Soromandi memang sering melakukan pementasan seni budaya Mbojo pada setiap acara resepsi pernikahan maupun acara adat lainnya. Hal ini dilakukan atas kesepakatan semua unsur Muspika di Kecamatan Soromandi, agar setiap acara pernikahan harus ada pementasan tari adat Bima.
Tempat latihan mereka ini dipusatkan di Lapangan Merpati Sarita, di bawah asuhan La Hila institute. Terlihat keseriusan para gadis remaja ini melakukan latihan tarian adat Mbojo, diiringan oleh musik tradisional Bima. Hanya serius dan semangat yang terlihat diwajah mereka, walau pengeras suara dipinjam kepada tetangga. Sesekali intruktur Sanggar La Hilla, Qurais memperbaiki gerakan tarian anak asuhannya. Walaupun tidak mendapatkan upah dalam meluangkan waktu untuk melatih tarian, laki-laki kemayu ini terus semangat membantu sanggar La Hilla untuk melatih puluhan anak didiknya.
Direktur Sanggar La Hilla, Firmansyah, S.Pd menceritakan, Ia mendirikan sanggar seni tersebut sejak tahun 2014 silam. Hal itu terinspirasi dengan bergesernya budaya di Bima. Terbukti, dalam setiap kegiatan resepsi maupun kegiatan lainnya, jarang sekali menampilkan budaya kesenian Bima. Padahal budaya kesenian Bima merupakan identitas warga Bima. Berangkat dari hal itu, Ia bersama teman-temannya sesama sarjana, melatih anak-anak dan remaja di desanya. Hasilnya, banyak yang tertarik dengan kesenian tarian Bima. "Kami mencoba membuka sejarah baru untuk generasi kami, agar tidak ada budaya yang dilupakan oleh generasi kita selanjutnya," tutur dia di lokasi latihan.
Dengan dibantu oleh beberapa temannya, Ia aktif memberikan bimbingan kepada remaja setempat. Walau bermodal Salon pinjaman kepada tetangga, semangat ia bersama temannya terus terasah. Motivasi terbesar membangun sanggar budaya agar budaya Bima bisa dipelajari dan diwarisi dari generasi ke generasi. Keterbatasan tidak menjadikan Ia patah semangat. "Mimpi terbesar kami, Sanggar ini bisa bermanfaat untuk generasi kami di sini, dan kami terus berinovasi guna membangun sanggar ini," imbuhnya.
Selain pengeras suara pinjaman, tidak ada lagi alat lain yang dimiliki oleh sanggar ini. Padahal sarana dan prasarana untuk menunjang efektifnya sanggar tersebut harus ada. Misalnya, gendang, rebana, terompet, sound system, keyboard, dan kelengkapan lainnya. Dirinya pernah menyampaikan Proposal ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bima untuk meminta bantuan alat, namun hingga saat ini belum ada perhatian. Ia terus mencoba melakukan lobi untuk mendapatkan alat kesenian tersebut.
Bahkan beberapa waktu lalu ketika Anggota Dewan Dapil I melakukan Reses di desa setempat, pria kelahiran 1989 ini menyampaikan aspirasinya terkait kurangnya sarana dan prasarana di sanggar yang Ia dirikan tersebut. "Kami yakin, suatu saat pemerintah akan perhatikan sanggar kami, hanya saja butuh waktu, karena semuanya butuh proses," ucapnya.
Selama setahun berdirinya sanggar La Hilla diakuinya, sudah beberapa kali kesenian di sanggar setempat ditampilkan pada beberapa resepsi pernikahan dan acara adat lainnya. Hal itu menjadi kebanggan tersendiri baginya, karena semangatnya untuk melestarikan budaya sudah selangkah lebih maju. Tidak hanya itu, kehadiran sanggar tersebut sangat diapresiasi oleh aparat desa setempat. "Kami akan terus berkarya di sanggar ini," tandasnya.
PJS Kepala Desa Punti, Syamsudin, H. Jafar mengaku kehadiran Sanggar La Hilla di desanya sangat membantu para generasi untuk belajar tentang nilai-nilai budaya Bima. Semenjak kehadiran sanggar tersebut, banyak sisi positif yang diperoleh, selain mendapatkan pujian dari desa lain, angka kenakalan remaja dalam beberapa waktu terkahir ini menurun, karena banyak generasi yang fokus untuk belajar dan melihat pentas kebudayaan yang diselenggarakan Sanggar La Hilla. "Sebagai aparatur desa, saya berterimah kasih atas kehadiran Sanggar La Hilla di desa kami, karena banyak sisi positif yang diperoleh dengan adanya sanggar ini," katanya. (KS-17)
Museum Asi Mbojo
Saat Koran Stabilitas berkunjung di Sekretariat La Hila Institut di Dusun Sarita Desa Punti beberapa waktu lalu, melihat langsung proses latihan tersebut. Terlihat lenggak-lenggok Wanita 16 tahunan yang sedang berlatih tarian Wura Bongi Monca. Mereka berlatih untuk persiapan pertunjukan di resepsi pernikahan warga desa setempat.
Apalagi, beberapa tahun terahir ini di Kecamatan Soromandi memang sering melakukan pementasan seni budaya Mbojo pada setiap acara resepsi pernikahan maupun acara adat lainnya. Hal ini dilakukan atas kesepakatan semua unsur Muspika di Kecamatan Soromandi, agar setiap acara pernikahan harus ada pementasan tari adat Bima.
Tempat latihan mereka ini dipusatkan di Lapangan Merpati Sarita, di bawah asuhan La Hila institute. Terlihat keseriusan para gadis remaja ini melakukan latihan tarian adat Mbojo, diiringan oleh musik tradisional Bima. Hanya serius dan semangat yang terlihat diwajah mereka, walau pengeras suara dipinjam kepada tetangga. Sesekali intruktur Sanggar La Hilla, Qurais memperbaiki gerakan tarian anak asuhannya. Walaupun tidak mendapatkan upah dalam meluangkan waktu untuk melatih tarian, laki-laki kemayu ini terus semangat membantu sanggar La Hilla untuk melatih puluhan anak didiknya.
Direktur Sanggar La Hilla, Firmansyah, S.Pd menceritakan, Ia mendirikan sanggar seni tersebut sejak tahun 2014 silam. Hal itu terinspirasi dengan bergesernya budaya di Bima. Terbukti, dalam setiap kegiatan resepsi maupun kegiatan lainnya, jarang sekali menampilkan budaya kesenian Bima. Padahal budaya kesenian Bima merupakan identitas warga Bima. Berangkat dari hal itu, Ia bersama teman-temannya sesama sarjana, melatih anak-anak dan remaja di desanya. Hasilnya, banyak yang tertarik dengan kesenian tarian Bima. "Kami mencoba membuka sejarah baru untuk generasi kami, agar tidak ada budaya yang dilupakan oleh generasi kita selanjutnya," tutur dia di lokasi latihan.
Dengan dibantu oleh beberapa temannya, Ia aktif memberikan bimbingan kepada remaja setempat. Walau bermodal Salon pinjaman kepada tetangga, semangat ia bersama temannya terus terasah. Motivasi terbesar membangun sanggar budaya agar budaya Bima bisa dipelajari dan diwarisi dari generasi ke generasi. Keterbatasan tidak menjadikan Ia patah semangat. "Mimpi terbesar kami, Sanggar ini bisa bermanfaat untuk generasi kami di sini, dan kami terus berinovasi guna membangun sanggar ini," imbuhnya.
Selain pengeras suara pinjaman, tidak ada lagi alat lain yang dimiliki oleh sanggar ini. Padahal sarana dan prasarana untuk menunjang efektifnya sanggar tersebut harus ada. Misalnya, gendang, rebana, terompet, sound system, keyboard, dan kelengkapan lainnya. Dirinya pernah menyampaikan Proposal ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bima untuk meminta bantuan alat, namun hingga saat ini belum ada perhatian. Ia terus mencoba melakukan lobi untuk mendapatkan alat kesenian tersebut.
Bahkan beberapa waktu lalu ketika Anggota Dewan Dapil I melakukan Reses di desa setempat, pria kelahiran 1989 ini menyampaikan aspirasinya terkait kurangnya sarana dan prasarana di sanggar yang Ia dirikan tersebut. "Kami yakin, suatu saat pemerintah akan perhatikan sanggar kami, hanya saja butuh waktu, karena semuanya butuh proses," ucapnya.
Selama setahun berdirinya sanggar La Hilla diakuinya, sudah beberapa kali kesenian di sanggar setempat ditampilkan pada beberapa resepsi pernikahan dan acara adat lainnya. Hal itu menjadi kebanggan tersendiri baginya, karena semangatnya untuk melestarikan budaya sudah selangkah lebih maju. Tidak hanya itu, kehadiran sanggar tersebut sangat diapresiasi oleh aparat desa setempat. "Kami akan terus berkarya di sanggar ini," tandasnya.
PJS Kepala Desa Punti, Syamsudin, H. Jafar mengaku kehadiran Sanggar La Hilla di desanya sangat membantu para generasi untuk belajar tentang nilai-nilai budaya Bima. Semenjak kehadiran sanggar tersebut, banyak sisi positif yang diperoleh, selain mendapatkan pujian dari desa lain, angka kenakalan remaja dalam beberapa waktu terkahir ini menurun, karena banyak generasi yang fokus untuk belajar dan melihat pentas kebudayaan yang diselenggarakan Sanggar La Hilla. "Sebagai aparatur desa, saya berterimah kasih atas kehadiran Sanggar La Hilla di desa kami, karena banyak sisi positif yang diperoleh dengan adanya sanggar ini," katanya. (KS-17)
COMMENTS