Pengawasan Personil Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Bima terkait keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam politik praktis membuahkan hasil
Bima, KS.- Pengawasan Personil Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Bima terkait keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam politik praktis membuahkan hasil. Dari puluhan PNS yang dipanggil, 13 diantaranya sudah selesai dimintai klarifikasi terkait keterlibatan mereka. Hasilnya, mereka tak mengelak keterlibatan tersebut karena Panwaslu mengantongi bukti-bukti.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Atas pelanggaran itu, Panwaslu dengan tegas mengeluarkan surat rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Bima melalui instansi terkait untuk memberikan pembinaan keras terhadap ke 13 PNS tersebut. “Sebanyak 13 orang PNS Kabupaten Bima telah kita rekomendasikan agar dibina karena terbukti terlibat politik praktis. Mereka telah ikut serta dalam kegiatan deklarasi politik sejumlah figur bakal Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Bima, beberapa waktu lalu,” jelas Komisioner Panwaslu Kabupaten Bima, Junaidin.
Abdullah mengaku, surat rekomendasi itu akan disampaikan kepada pembina aparatur daerah dan tembusannya akan disampaikan ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Menpan RB. "Surat rekomendasi itu sudah kami keluarkan dan telah dikirim,” terangnya.
Dijelaskannya, para PNS yang terlibat tersebut terdiri dari kepala sekolah, Kepala UPT Dikpora, Camat, kepala badan dan kepala dinas. Mereka itu antara lain, kepala SDN di Kecamatan Woha sebanyak tiga orang. Yakni, YS, FA dan HA. Selanjutnya, Kepala UPT Dikpora Kecamatan Woha, Kepala UPT Dikpora Kecamatan Ambalawi, Camat dan Sekcam Madapangga. “Intinya terdapat 13 orang PNS yang kita rekomendasikan,” akunya.
Dia mengaku, dari 13 PNS tersebut, yang sempat dimintai keterangan hanya delapan orang. Sedangkan selebihnya mangkir dari panggilan Panwaslu. “Meski demikian, kita tetap merekomendasikan semua 13 orang itu,” katanya.
Berdasarkan keterangan salah satu kepala sekolah di Kecamatan Woha lanjutnya, kehadiran mereka mengikuti deklarasi pasngan incumben itu berdasarkan perintah dari kepala UPT Dikpora setempat. Bahkan kepala sekolah tersebut mengaku, untuk mengadiri kegiatan itu mereka harus korbankan tugas pokok mereka pada hari pertama kerja pasca cuti bersama hari raya Idil Fitri. “Ini artinya kehadiran mereka itu sengaja dikondisikan untuk terlibat dalam kegiatan politik itu,” ujarnya.
Junaidin menyebutkan, para PNS tersebut telah melanggar UU Aparatur Sipil Negara (ASN), kemudian PP 53 Tahun 2010 tentang kedisiplinan pegawai, serta UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilukada. “Dalam UU tersebut tertuang jelas, pelarangan terhadap PNS untuk terlibat dalam politik praktis,” jelas pria yng akrab disapa Joe ini.
Menurut dia, kegiatan deklarasi itu adalah bagian dari tahapan dan agenda politik. Sehingga pada proses kegiatan tersebut para PNS dilarang untuk melibatkan diri. Kata dia, para PNS itu bukan hanya yang terlibat pada kegiatan deklarasi incumben saja. Tetapi juga terlibat pada deklarasi paket Dinda-Dahlan. “Ini merupakan temuan kita dilapangan,” akunya.
Dia mengingatkan, PNS boleh saja hadir dalam kegiatan-kegiatan politik. Tetapi hanya untuk menonton dan melihat saja. “Itupun bukan hanya pada kegiatan salah satu calon saja, tetapi terhadap semua calon,” pungkasnya. (KS-13)
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Atas pelanggaran itu, Panwaslu dengan tegas mengeluarkan surat rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Bima melalui instansi terkait untuk memberikan pembinaan keras terhadap ke 13 PNS tersebut. “Sebanyak 13 orang PNS Kabupaten Bima telah kita rekomendasikan agar dibina karena terbukti terlibat politik praktis. Mereka telah ikut serta dalam kegiatan deklarasi politik sejumlah figur bakal Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Bima, beberapa waktu lalu,” jelas Komisioner Panwaslu Kabupaten Bima, Junaidin.
Abdullah mengaku, surat rekomendasi itu akan disampaikan kepada pembina aparatur daerah dan tembusannya akan disampaikan ke Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Menpan RB. "Surat rekomendasi itu sudah kami keluarkan dan telah dikirim,” terangnya.
Dijelaskannya, para PNS yang terlibat tersebut terdiri dari kepala sekolah, Kepala UPT Dikpora, Camat, kepala badan dan kepala dinas. Mereka itu antara lain, kepala SDN di Kecamatan Woha sebanyak tiga orang. Yakni, YS, FA dan HA. Selanjutnya, Kepala UPT Dikpora Kecamatan Woha, Kepala UPT Dikpora Kecamatan Ambalawi, Camat dan Sekcam Madapangga. “Intinya terdapat 13 orang PNS yang kita rekomendasikan,” akunya.
Dia mengaku, dari 13 PNS tersebut, yang sempat dimintai keterangan hanya delapan orang. Sedangkan selebihnya mangkir dari panggilan Panwaslu. “Meski demikian, kita tetap merekomendasikan semua 13 orang itu,” katanya.
Berdasarkan keterangan salah satu kepala sekolah di Kecamatan Woha lanjutnya, kehadiran mereka mengikuti deklarasi pasngan incumben itu berdasarkan perintah dari kepala UPT Dikpora setempat. Bahkan kepala sekolah tersebut mengaku, untuk mengadiri kegiatan itu mereka harus korbankan tugas pokok mereka pada hari pertama kerja pasca cuti bersama hari raya Idil Fitri. “Ini artinya kehadiran mereka itu sengaja dikondisikan untuk terlibat dalam kegiatan politik itu,” ujarnya.
Junaidin menyebutkan, para PNS tersebut telah melanggar UU Aparatur Sipil Negara (ASN), kemudian PP 53 Tahun 2010 tentang kedisiplinan pegawai, serta UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilukada. “Dalam UU tersebut tertuang jelas, pelarangan terhadap PNS untuk terlibat dalam politik praktis,” jelas pria yng akrab disapa Joe ini.
Menurut dia, kegiatan deklarasi itu adalah bagian dari tahapan dan agenda politik. Sehingga pada proses kegiatan tersebut para PNS dilarang untuk melibatkan diri. Kata dia, para PNS itu bukan hanya yang terlibat pada kegiatan deklarasi incumben saja. Tetapi juga terlibat pada deklarasi paket Dinda-Dahlan. “Ini merupakan temuan kita dilapangan,” akunya.
Dia mengingatkan, PNS boleh saja hadir dalam kegiatan-kegiatan politik. Tetapi hanya untuk menonton dan melihat saja. “Itupun bukan hanya pada kegiatan salah satu calon saja, tetapi terhadap semua calon,” pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS