Pemprov NTB menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda), nomor 1 tahun 2015 tentang Pengendalian Pemotongan Ternak Ruminansia Besar Betina Produktif
Bima, KS.- Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB), Jum'at (4/12) menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda), nomor 1 tahun 2015 tentang Pengendalian Pemotongan Ternak Ruminansia Besar Betina Produktif di Aula Dinas Peternakan Kabupaten Bima. Kegiatan itu diikuti 40 peserta yang terdiri dari para petugas Rumah Potong Hewan (RPH), jagal, Kepala UPTD Peternakan dan juga tim sosialisasi tingkat Kabupaten Bima.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi NTB, Ir. Hj. Budi Septiani mengatakan, NTB sebagai daerah penyedia bibit ternak dan sapi potong nasional harus berkomitmen untuk menerapkan Perda tersebut, guna menunjang program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan program pemerintah lainnya. "Tingginya angka pemotongan ternak betina produktif dapat menghambat peningkatan populasi ternak. Pulau Sumbawa merupakan daerah yang memiliki angka pemotongan betina produktif yang tinggi. Untuk itu, pemerintah daerah harus terlibat dalam mempertahankan status NTB sebagai daerah penyedia kebutuhan daging nasional," jelasnya di kantor Dinas Peternakan Kabupaten Bima.
Dijelaskan Ir. Hj. Budi Septiani, jika ternak betina produktif dipotong, akan berpengaruh pada ketersediaan ternak di NTB. Pengendalian tidak hanya berkonsentrasi pada pemotongan ternak, tetapi juga ada tahapan lain dalam pelaksanaan Perda. “Pertama, mengidentifikasi kelompok ternak, pasar hewan dan RPH. Untuk klasifikasi ternak terkait kelas,Ternak Kelas 1 dipertahankan. Sedangkan, ternak kelas 3 dikeluarkan dan sebagian kelas dua juga dikeluarkan, Setelah itu baru bisa konsentrasi pada RPH. Perda ini terbentuk melalui tahapan yang sangat panjang dan harus dilaksanakan secara ketat. Artinya, pemerintah harus memberikan pemahaman bahwa jika terjadi pelanggaran akan dikenakan denda Rp. 50 juta dan kurungan paling lama 6 bulan,"tegasnya.
ia menambahkan, Pemerintah menerapkan Perda tersebut guna mengakomodir permasalahan yg ada di masyarakat. "Akan ada upaya, jika Perda dilaksanakan akan ada tahapan bagaimana meningkatkan harga sapi betina supaya bisa bersaing dengan sapi jantan,"pungkasnya. (KS-09)
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi NTB, Ir. Hj. Budi Septiani mengatakan, NTB sebagai daerah penyedia bibit ternak dan sapi potong nasional harus berkomitmen untuk menerapkan Perda tersebut, guna menunjang program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan program pemerintah lainnya. "Tingginya angka pemotongan ternak betina produktif dapat menghambat peningkatan populasi ternak. Pulau Sumbawa merupakan daerah yang memiliki angka pemotongan betina produktif yang tinggi. Untuk itu, pemerintah daerah harus terlibat dalam mempertahankan status NTB sebagai daerah penyedia kebutuhan daging nasional," jelasnya di kantor Dinas Peternakan Kabupaten Bima.
Dijelaskan Ir. Hj. Budi Septiani, jika ternak betina produktif dipotong, akan berpengaruh pada ketersediaan ternak di NTB. Pengendalian tidak hanya berkonsentrasi pada pemotongan ternak, tetapi juga ada tahapan lain dalam pelaksanaan Perda. “Pertama, mengidentifikasi kelompok ternak, pasar hewan dan RPH. Untuk klasifikasi ternak terkait kelas,Ternak Kelas 1 dipertahankan. Sedangkan, ternak kelas 3 dikeluarkan dan sebagian kelas dua juga dikeluarkan, Setelah itu baru bisa konsentrasi pada RPH. Perda ini terbentuk melalui tahapan yang sangat panjang dan harus dilaksanakan secara ketat. Artinya, pemerintah harus memberikan pemahaman bahwa jika terjadi pelanggaran akan dikenakan denda Rp. 50 juta dan kurungan paling lama 6 bulan,"tegasnya.
ia menambahkan, Pemerintah menerapkan Perda tersebut guna mengakomodir permasalahan yg ada di masyarakat. "Akan ada upaya, jika Perda dilaksanakan akan ada tahapan bagaimana meningkatkan harga sapi betina supaya bisa bersaing dengan sapi jantan,"pungkasnya. (KS-09)
COMMENTS