Kasus dugaan penganiayaan terhadap Dila Cheking, Wartawan Koran Stabilitas, oleh Muhtar, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Bima kian memanas
Kota Bima, KS.– Kasus dugaan penganiayaan terhadap Dila Cheking, Wartawan Koran Stabilitas, oleh Muhtar, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Bima kian memanas. Aksi protes atas proses hukum termasuk menyangkut karikatur dalam pemberitaan koran tersebut seolah tak terhindarkan. Pemicunya, diduga karena upaya perdamaian kedua belah pihak (terduga pelaku dan korban) menuai jalan buntu. Sementara dipihak lain, ulah oknum itu memperoleh perhatian serius sejumlah kalangan. Bahkan, mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus dugaan pemukulan terhadap kuli tinta tersebut sesuai aturan hukum yang berlaku.
Masalahnya, prilaku PNS semacam itu tidak saja merusak citra dan nama baik pemerintah. Tapi, juga tergolong sebagai tindak pidana berat. Apalagi, dugaan penganiayaan yang berawal dari masalah pemberitaan itu terjadi di kantor redaksi koran tersebut.”Saya minta kasus dugaan penganiayaan wartawan diusut hingga tuntas. Karena, perbuatan itu tergolong pelanggaran hukum berat,” tegas Ketua Komisi I DPRD Kota Bima, Anwar Arman, SE menyikapi dugaan kekerasan menimpa wartawan Minggu (17/01) kemarin.
Wakil Rakyat dua periode yang juga pernah menekuni dunia wartawan itu, bahkan mendesak pihak kepolisian untuk menangkap terduga pelaku lain yang saat itu bersama Muhtar. Mengingat, insiden hingga mengakibatkan korban mengalami luka tidak dilakukan satu pelaku. Melainkan, terdapat lebih dari dua pelaku. Sehingga, dugaan kejahatan itu dilakukan secara bersama-sama karena melibatkan lebih dari satu pelaku. Artinya, pelakunya bukan satu orang, tapi lebih dari itu.”Kalau merujuk pada pengakuan saksi dan korban, ada empat orang yang mendatangi kantor tersebut. Jadi bukan cuman Muhtar yang harus di penjara, tapi juga pelaku lain yang saat itu bersamanya di Tempat Kejadian Perkara (TKP),” pintanya.
Meski demikian, akan tetapi politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut sangat menghargai dan memberikan apresiasi terhadap kinerja aparat kepolisian. Karena, mampu mengungkap sekaligus menjebloskan pelaku dalam penjara. Walaupun saat ini, baru satu yang berhasil ditahan. Baginya, reaksi cepat dalam menangani kasus tersebut merupakan wujud keseriusan aparat kepolisian untuk memberantas segala bentuk tindak kejahatan yang terjadi. ”Itu merupakan bukti keseriusan polisi, tidak saja terhadap kasus yang dialami wartawan sebagai mitranya. Tapi, juga untuk semua warga negara tanpa terkecuali,” tandasnya.
Desakan atas ulah oknum PNS itu, juga disampaikan, Furkan salah seorang Akademisi Pendidikan PTS STKIP Taman Siswa (Tamsis) Bima. Alumni salah satu Perguruan ternama di Makasar tersebut, selain mendesak penegak hukum. Tapi, juga institusi pemerintah. Alasanya, tindakan semacam itu berbau pelanggaran sesuai aturan yang berlaku di pemerintah. Terlebih statusnya sebagai PNS yang mestinya menjadi panutan, teladan dan contoh bagi masyarakat biasa. Lagipula, terdapat Aturan berikut sanksi yang mengatur soal itu.”Saya minta pemerintah kota agar segera menyikapi persoalan tersebut. Karena, ulah PNS itu tergolong pelanggaran, tidak saja melanggar hukum tapi juga aturan sebagai PNS,” terangnya.
Terlebih ulah yang bersangkutan, selain dugaan penganiayaan terhadap wartawan, pun terdapat persoalan lain. Diantaranya, indikasi pemotongan bantuan Pemkot untuk pasien asal Penana,e seperti dilangsir koran stabilitas. Termasuk, dugaan tidak menjalankan tugas PNS kurang lebih setahun. Jadi sebutnya, beberapa bentuk dugaan pelanggaran itu dapat dijadikan dasar, acuan pemerintah untuk bersikap sekaligus penerapan sanksi untuk PNS dimaksud. Sejatinya, hal itu dapat dijadikan dasar, acuan pemerintah untuk mengambil sikap. Termasuk, sikap dalam menentukan sanksi, bila perlu hukuman berupa pemecatan secara tidak terhormat dari PNS. “Sikap tegas soal itu sangat penting, agar ada efek jera bagi yang lain. Prilaku semacam itu tidak boleh dibiarkan, karena imbasnya bukan cuman dialami oknum. Tapi, bahkan akan mencoreng citra pemerintah,” pungkasnya seraya menghimbau agar prilaku tak terpuji semacam itu ditindaklanjuti sebagai bentuk pencegahan. (KS-03)
Masalahnya, prilaku PNS semacam itu tidak saja merusak citra dan nama baik pemerintah. Tapi, juga tergolong sebagai tindak pidana berat. Apalagi, dugaan penganiayaan yang berawal dari masalah pemberitaan itu terjadi di kantor redaksi koran tersebut.”Saya minta kasus dugaan penganiayaan wartawan diusut hingga tuntas. Karena, perbuatan itu tergolong pelanggaran hukum berat,” tegas Ketua Komisi I DPRD Kota Bima, Anwar Arman, SE menyikapi dugaan kekerasan menimpa wartawan Minggu (17/01) kemarin.
Wakil Rakyat dua periode yang juga pernah menekuni dunia wartawan itu, bahkan mendesak pihak kepolisian untuk menangkap terduga pelaku lain yang saat itu bersama Muhtar. Mengingat, insiden hingga mengakibatkan korban mengalami luka tidak dilakukan satu pelaku. Melainkan, terdapat lebih dari dua pelaku. Sehingga, dugaan kejahatan itu dilakukan secara bersama-sama karena melibatkan lebih dari satu pelaku. Artinya, pelakunya bukan satu orang, tapi lebih dari itu.”Kalau merujuk pada pengakuan saksi dan korban, ada empat orang yang mendatangi kantor tersebut. Jadi bukan cuman Muhtar yang harus di penjara, tapi juga pelaku lain yang saat itu bersamanya di Tempat Kejadian Perkara (TKP),” pintanya.
Meski demikian, akan tetapi politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut sangat menghargai dan memberikan apresiasi terhadap kinerja aparat kepolisian. Karena, mampu mengungkap sekaligus menjebloskan pelaku dalam penjara. Walaupun saat ini, baru satu yang berhasil ditahan. Baginya, reaksi cepat dalam menangani kasus tersebut merupakan wujud keseriusan aparat kepolisian untuk memberantas segala bentuk tindak kejahatan yang terjadi. ”Itu merupakan bukti keseriusan polisi, tidak saja terhadap kasus yang dialami wartawan sebagai mitranya. Tapi, juga untuk semua warga negara tanpa terkecuali,” tandasnya.
Desakan atas ulah oknum PNS itu, juga disampaikan, Furkan salah seorang Akademisi Pendidikan PTS STKIP Taman Siswa (Tamsis) Bima. Alumni salah satu Perguruan ternama di Makasar tersebut, selain mendesak penegak hukum. Tapi, juga institusi pemerintah. Alasanya, tindakan semacam itu berbau pelanggaran sesuai aturan yang berlaku di pemerintah. Terlebih statusnya sebagai PNS yang mestinya menjadi panutan, teladan dan contoh bagi masyarakat biasa. Lagipula, terdapat Aturan berikut sanksi yang mengatur soal itu.”Saya minta pemerintah kota agar segera menyikapi persoalan tersebut. Karena, ulah PNS itu tergolong pelanggaran, tidak saja melanggar hukum tapi juga aturan sebagai PNS,” terangnya.
Terlebih ulah yang bersangkutan, selain dugaan penganiayaan terhadap wartawan, pun terdapat persoalan lain. Diantaranya, indikasi pemotongan bantuan Pemkot untuk pasien asal Penana,e seperti dilangsir koran stabilitas. Termasuk, dugaan tidak menjalankan tugas PNS kurang lebih setahun. Jadi sebutnya, beberapa bentuk dugaan pelanggaran itu dapat dijadikan dasar, acuan pemerintah untuk bersikap sekaligus penerapan sanksi untuk PNS dimaksud. Sejatinya, hal itu dapat dijadikan dasar, acuan pemerintah untuk mengambil sikap. Termasuk, sikap dalam menentukan sanksi, bila perlu hukuman berupa pemecatan secara tidak terhormat dari PNS. “Sikap tegas soal itu sangat penting, agar ada efek jera bagi yang lain. Prilaku semacam itu tidak boleh dibiarkan, karena imbasnya bukan cuman dialami oknum. Tapi, bahkan akan mencoreng citra pemerintah,” pungkasnya seraya menghimbau agar prilaku tak terpuji semacam itu ditindaklanjuti sebagai bentuk pencegahan. (KS-03)
COMMENTS