Naasnya, karena harta warisan berupa tanah persawahan seluas belasan Are itu yang berawal dari kesepakatan gadai berujung pada pengalihan status kepemilikan.
Bima, KS.– Petaka bahkan akan menjadi bencana besar bagi siapapun yang tak memiliki kemampuan ilmu pengetahuan. Istilah itu mungkin tidak berlebihan bila dialamatkan untuk Abdullah Yusuf, pria tua berusia 60 Tahun warga Desa Parangina Kecamatan Sape. Betapa tidak, si tua malang yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia tersebut mengalami nasib sial. Naasnya, karena harta warisan berupa tanah persawahan seluas belasan Are itu yang berawal dari kesepakatan gadai berujung pada pengalihan status kepemilikan. Praktis, derita atas kehilangan harta warisan tersebut dianggapnya sebagai tindakan kejahatan para oknum Intelektual.
Lelaki tua berkulit Hitam Manis itu merasa telah dikelabui oleh para oknum yang dianugerahi kelebihan wawasan dan ilmu pengetahuan. Buntutnya, tanah yang sudah nyata-nyata menjadi miliknya telah jatuh ketangan orang lain. “Saya telah dikelabui, ditipu secara bersama-sama oleh mereka yang berilmu. Modusnya, dengan menerbitkan beberapa keping sertifikat atas nama orang lain, bukan atas nama saya atau saudara saya sebagai pewaris sah tanah tersebut” ungkap Uba kepada Koran Stabilitas belum lama ini.
Perjuanganya demi mempertahankan hak tanah dimaksud seolah sia-sia saja. Beragam upaya, termasuk langkah hukum telah ditempuh dengan harapan mendapat keadilan atas kepemilikan tanah persawahan tersebut. Sayangnya, perjuangan lelaki tua butuh huruf (tak bisa membaca) itu justru berbuah penderitaan. Masalahnya, belum lama ini Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima memutuskan menolak tuntutan darinya selaku pihak penggugat. Praktis, harapan besar untuk mendapatkan kembali hak kepemilikan tanah tersebut hanya sebatas impian hampa tanpa makna, puluhan are tanah warisan dari orang tuanya pun jatuh dan digarap pihak lain.”Kini tanah saya telah dimiliki orang lain, sertifikat yang diduga palsu itu adalah penyebab dibalik penderitaan yang saya alami hingga detik ini,” tuturnya.
Diakuinya, pengorbanan dalam kaitan itu tak kenal lelah. Bahkan, tenaga, waktu, lebih-lebih finansial rela dikorbankan demi mendapat keadilan atas perkara tersebut. Tapi, pengorbanan itu seolah percuma, tak berbuah hasil, PN menolak gugatan pria tua tersebut. Sehingga, tanah dimaksud diputuskan untuk dikelola oleh pihak tergugat. Saat mengetahui hasil putusan itu, ia mengaku kaget, heran dan sempat emosi. Sebab, tanah yang sudah nyata menjadi hak miliknya, justru jatuh ke tangan orang lain. “Putusan itu musibah besar bagi saya, itu penderitaan. saya rela bolak balik Sape- Kota Bima tanpa peduli hujan dan panasnya terik matahari. Tujuanya cuman satu yakni demi mendapat keadilan atas hak tanah hasil warisan orang tua,” ujar .
Salah satu kekuatan hukum hingga PN menolak tuntutanya, karena terdapat bukti kepemilikan berupa Sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama tergugat. Padahal, tanah itu merupakan hasil warisan orang tuanya sesuai bukti kepemilikan berupa buku kohir. Baginya, munculnya beberapa sertifikat yang diterbitkan BPN Tahun 2014 lalu, hingga berujung pada penolakan tuntutan dianggap sebagai tindakan pembodohan secara besar-besaran.”Saya tidak terima dengan hal ini, sampai kapanpun saya tidak akan pernah rela hak saya dijadikan milik orang lain. Mereka harus bertanggungjawab dunia hingga akhirat,” pungkasnya. (KS-03)
Lelaki tua berkulit Hitam Manis itu merasa telah dikelabui oleh para oknum yang dianugerahi kelebihan wawasan dan ilmu pengetahuan. Buntutnya, tanah yang sudah nyata-nyata menjadi miliknya telah jatuh ketangan orang lain. “Saya telah dikelabui, ditipu secara bersama-sama oleh mereka yang berilmu. Modusnya, dengan menerbitkan beberapa keping sertifikat atas nama orang lain, bukan atas nama saya atau saudara saya sebagai pewaris sah tanah tersebut” ungkap Uba kepada Koran Stabilitas belum lama ini.
Perjuanganya demi mempertahankan hak tanah dimaksud seolah sia-sia saja. Beragam upaya, termasuk langkah hukum telah ditempuh dengan harapan mendapat keadilan atas kepemilikan tanah persawahan tersebut. Sayangnya, perjuangan lelaki tua butuh huruf (tak bisa membaca) itu justru berbuah penderitaan. Masalahnya, belum lama ini Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima memutuskan menolak tuntutan darinya selaku pihak penggugat. Praktis, harapan besar untuk mendapatkan kembali hak kepemilikan tanah tersebut hanya sebatas impian hampa tanpa makna, puluhan are tanah warisan dari orang tuanya pun jatuh dan digarap pihak lain.”Kini tanah saya telah dimiliki orang lain, sertifikat yang diduga palsu itu adalah penyebab dibalik penderitaan yang saya alami hingga detik ini,” tuturnya.
Diakuinya, pengorbanan dalam kaitan itu tak kenal lelah. Bahkan, tenaga, waktu, lebih-lebih finansial rela dikorbankan demi mendapat keadilan atas perkara tersebut. Tapi, pengorbanan itu seolah percuma, tak berbuah hasil, PN menolak gugatan pria tua tersebut. Sehingga, tanah dimaksud diputuskan untuk dikelola oleh pihak tergugat. Saat mengetahui hasil putusan itu, ia mengaku kaget, heran dan sempat emosi. Sebab, tanah yang sudah nyata menjadi hak miliknya, justru jatuh ke tangan orang lain. “Putusan itu musibah besar bagi saya, itu penderitaan. saya rela bolak balik Sape- Kota Bima tanpa peduli hujan dan panasnya terik matahari. Tujuanya cuman satu yakni demi mendapat keadilan atas hak tanah hasil warisan orang tua,” ujar .
Salah satu kekuatan hukum hingga PN menolak tuntutanya, karena terdapat bukti kepemilikan berupa Sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama tergugat. Padahal, tanah itu merupakan hasil warisan orang tuanya sesuai bukti kepemilikan berupa buku kohir. Baginya, munculnya beberapa sertifikat yang diterbitkan BPN Tahun 2014 lalu, hingga berujung pada penolakan tuntutan dianggap sebagai tindakan pembodohan secara besar-besaran.”Saya tidak terima dengan hal ini, sampai kapanpun saya tidak akan pernah rela hak saya dijadikan milik orang lain. Mereka harus bertanggungjawab dunia hingga akhirat,” pungkasnya. (KS-03)
COMMENTS