Dosen PTS STISIP, Abdul Kadir, S.Sos, M.Si menyarankan agar politisi Demomkrat itu segera menanggalkan Jabatanya sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima.
Bima, KS.– Menanggapi proses hukum terhadap Nukrah, atas dugaan Tindak Pidana Perbuatan tidak menyenangkan yang tengah ditangani Sat Reskrim Polres Bima Kota, Dosen PTS STISIP, Abdul Kadir, S.Sos, M.Si menyarankan agar politisi Demomkrat itu segera menanggalkan Jabatanya sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima. Langkah itu dianggap lebih terhormat daripada diberhentikan karena putusan hukum atas dugaan tindak pidana yang terjadi di Aula Kantor Desa Rupe Kecamatan Langgudu 16 September 2014 lalu.
“Menurut saya, sebaiknya saudara Nukrah segera menanggalkan jabatan wakil ketua dewan. Itu lebih terhormat dari pada dipecat ketika memperoleh vonis atas proses hukum yang tengah melilitnya,” ujar Abdul Kadir kepada Koran Stabilitas Kamis (25/02) kemarin.
Langkah itu terhormat lanjutnya, sebagai wujud kedewasaan yang bersangkutan sebagai politisi. Lebih-lebih, demi dan untuk menyelamatkan citra dan nama besar lembaga dewan terhormat. Masalahnya, keberadaan para politisi di lembaga legislatif bukan hanya dituntut untuk menjalankan tugas dan fungsi control dan pengawasan. Tapi, bahkan juga menjadi contoh, pedoman dan teladan baik bagi pihak Eksekutif, Yudikatif, maupun masyarakat biasa. Artinya, wakil rakyat yang tengah menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diamanatkan rakyat mesti bebas dari segala bentuk persoalan, lebih-lebih menyangkut hukum. Apalagi, Nukrah tengah menduduki jabatan penting, jabatan yang memiliki tugas-tugas penting. Salah satunya, tugas memimpin Rapat. ”Tugas Nukrah tergolong penting, yang paling penting yakni harus menjadi teladan, panutan bagi orang banyak. Tapi kalau sudah tersangkut hukum atau kasarnya cacat hukum,jangankan panutan bagi yang lain, bagi diri sendiri saja diragukan. Solusinya, beliau harus sadar dan legowo melepas jabatanya, saat ini juga sebelum ada putusan hukum,” tandasnya.
Selain untuk menyelamatkan citra dan kehormatan lembaga dewan, juga Partai Politik (Parpol). Mengingat, terdapat beberapa politisi, kader demokrat yang sudah mengundurkan diri dari jabatanya sebagai pejabat publik, daerah dan Negara juga sebagai kader partai. Seperti, Andi Malarangeng, Menpora RI, dan kader Demokrat lainya yang juga Menteri RI. Sejatinya, dua politisi itu mengundurkan diri dari jabatanya termasuk sebagai kader demokrat pasca ditetapkan sebagai tersangka. Demikian halnya dengan proses hukum terhadap Nukrah, polisi sudah resmi menjadikannya tersangka walapun saat ini belum ditahan. ”Tapi, saya rasa itu hanya bagi politisi yang menyadari saja. Kalau dia sadar akan hal itu, saat ditetapkan tersangka saat itu juga ia mundur, menanggalkan jabatan sama seperti dilakukan dua kader demokrat tersebut,” tuturnya.
Namun perlu digaris bawahi, hal itu bukan berarti memaksa yang bersangkutan harus mundur dari jabatan di lembaga dewan dan termasuk partai. Karena, pilihan itu tergantung sungguh pribadi yang bersangkutan juga parpol. ”Saya hanya menyarankan, mundur atau tidaknya tergantung Nukrah, yang jelas kehormatan dewan juga partai harus dijaga,jangan sampai tercoreng karena proses hukum,” pungkasnya. (KS-03)
“Menurut saya, sebaiknya saudara Nukrah segera menanggalkan jabatan wakil ketua dewan. Itu lebih terhormat dari pada dipecat ketika memperoleh vonis atas proses hukum yang tengah melilitnya,” ujar Abdul Kadir kepada Koran Stabilitas Kamis (25/02) kemarin.
Langkah itu terhormat lanjutnya, sebagai wujud kedewasaan yang bersangkutan sebagai politisi. Lebih-lebih, demi dan untuk menyelamatkan citra dan nama besar lembaga dewan terhormat. Masalahnya, keberadaan para politisi di lembaga legislatif bukan hanya dituntut untuk menjalankan tugas dan fungsi control dan pengawasan. Tapi, bahkan juga menjadi contoh, pedoman dan teladan baik bagi pihak Eksekutif, Yudikatif, maupun masyarakat biasa. Artinya, wakil rakyat yang tengah menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diamanatkan rakyat mesti bebas dari segala bentuk persoalan, lebih-lebih menyangkut hukum. Apalagi, Nukrah tengah menduduki jabatan penting, jabatan yang memiliki tugas-tugas penting. Salah satunya, tugas memimpin Rapat. ”Tugas Nukrah tergolong penting, yang paling penting yakni harus menjadi teladan, panutan bagi orang banyak. Tapi kalau sudah tersangkut hukum atau kasarnya cacat hukum,jangankan panutan bagi yang lain, bagi diri sendiri saja diragukan. Solusinya, beliau harus sadar dan legowo melepas jabatanya, saat ini juga sebelum ada putusan hukum,” tandasnya.
Selain untuk menyelamatkan citra dan kehormatan lembaga dewan, juga Partai Politik (Parpol). Mengingat, terdapat beberapa politisi, kader demokrat yang sudah mengundurkan diri dari jabatanya sebagai pejabat publik, daerah dan Negara juga sebagai kader partai. Seperti, Andi Malarangeng, Menpora RI, dan kader Demokrat lainya yang juga Menteri RI. Sejatinya, dua politisi itu mengundurkan diri dari jabatanya termasuk sebagai kader demokrat pasca ditetapkan sebagai tersangka. Demikian halnya dengan proses hukum terhadap Nukrah, polisi sudah resmi menjadikannya tersangka walapun saat ini belum ditahan. ”Tapi, saya rasa itu hanya bagi politisi yang menyadari saja. Kalau dia sadar akan hal itu, saat ditetapkan tersangka saat itu juga ia mundur, menanggalkan jabatan sama seperti dilakukan dua kader demokrat tersebut,” tuturnya.
Namun perlu digaris bawahi, hal itu bukan berarti memaksa yang bersangkutan harus mundur dari jabatan di lembaga dewan dan termasuk partai. Karena, pilihan itu tergantung sungguh pribadi yang bersangkutan juga parpol. ”Saya hanya menyarankan, mundur atau tidaknya tergantung Nukrah, yang jelas kehormatan dewan juga partai harus dijaga,jangan sampai tercoreng karena proses hukum,” pungkasnya. (KS-03)
COMMENTS