Pelajar SD Inpres 02 Ngali sejak pagi melakukan blockade jalan. Hal tersebut sebagai sikap protes mereka terhadap pihak yang mengklaim tanah tersebut.
Bima,KS.- Tahun 2012 lalu, lahan SD Inpres 02 Desa Ngali dipermasalahkan oleh warga setempat. Lahan tersebut diklaim sebagai milik ahli waris atas nama Hermansyah warga Desa Ngali. Beberapa kali dicarikan jalan keluar atas persoalan tersebut, namun kasus sengketa ini belum mendapatkan titik terang. Bahkan pemerintah daerah terkesan tutup mata atas persoalan ini.
Informasi yang dihimpun Koran Stabilitas, Senin (29/2), Pelajar SD Inpres 02 Ngali sejak pagi melakukan blockade jalan. Hal tersebut sebagai sikap protes mereka terhadap pihak yang mengklaim tanah tersebut. Karena memagari halaman sekolah mereka. Bahkan membangun pondasi rumah di halaman sekolah tersebut.
Aksi tersebut berlangsung selama dua jam. Siswa memblokade jalan tersebut menggunakan meja dan kursi belajar. Anggota Polres Bima terlihat turun untuk melakukan pengamanan. Akibat blockade jalan tersebut, arus lalulintas di Desa Ngali terhambat. Warga yang hendak melewati jalur tersebut terpaksa harus bersabar. Hingga jalan tersebut kembali dibuka.
Damran koordinator lapangan aksi tersebut menuturkan, aksi blockade jalan tersebut sebagai bentuk protes terhadap pihak yang mengklaim tanah tersebut. Karena selama dua tahun terakhir, siswa SD Inpres 02 Ngali tidak bisa melaksanakan upacara bendera. Lantaran halaman yang biasa digunakan untuk upacara telah dipagar oleh pihak tersebut. “Tanah ini diklaim milik Hermansyah. Menurut mereka tanah ini merupakan tanah warisan keluarganya. Mereka melakukan penyerobotan tanah sekolah. Sekolah ini dibangun sejak tahun 1983. Tapi mereka baru menggugatnya tahun 2012 lalu,” ujarnya.
Sementara Hermansyah selaku ahli waris yang mengaku memiliki lahan tersebut menegaskan pihaknya memiliki bukti yang jelas atas kepemilikin tanah tersebut. Mulai dari sertifikat tanah dan bukti kepemilikan yang lainnya. Diakui Hermansyah, tanah tersebut merupakan tanah warisan dan ia adalah ahli warisnya. “Tanah ini secara syah merupakan milik kami. Pemerintah saat itu membangun paksa sekolah ini dilahan milik orangtua saya dan orang tua saya dibunuh saat itu. Ini kejadiannya tahun 1982. Pertanyaan saya saat ini, dimanakah hati nuraninya pemerintah. Kenapa persoalan ini tidak dituntaskan juga,” bebernya.
Diakui Hermansyah, tahun 2015 lalu disepakati persoalan ini akan diselesaikan. Tapi hingga saat ini pemerintah belum juga bersikap. Ia menyesalkan sikap guru SD Inpres 02 yang mengarahkan siswanya untuk merusak pagar miliknya. Karena sebenarnya ia tidak bermasalah dengan guru di sekolah tersebut. Yang bermasalah dengan dirinya adalah pemerintah. “Saya tidak punya urusan dengan guru dan murid disini. Tapi kenapa mereka menyuruh muridnya untuk merusak pagar milik kami. Kami sudah cukup sabar selama ini. Sebenarnya yang menyerobot tanah itu bukan kami, tapi pemerintah yang telah menyerobot tanah milik kami,” tegasnya.
Ia berharap Bupati Bima selaku pimpinan di pemerintahan bisa segera menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak persoalan ini akan terus membias. Bahkan Hermansyah mengancam akan menyegel sekolah tersebut, jika tidak ada sikap yang jelas dari pemerintah. “Segera tuntaskan masalah kami ini, kalau tidak kami terpaksa akan menyegel sekolah ini. Pihak Dikpora jangan tutup telinga atas persoalan ini,” pungkasnya.(KS-04)
Informasi yang dihimpun Koran Stabilitas, Senin (29/2), Pelajar SD Inpres 02 Ngali sejak pagi melakukan blockade jalan. Hal tersebut sebagai sikap protes mereka terhadap pihak yang mengklaim tanah tersebut. Karena memagari halaman sekolah mereka. Bahkan membangun pondasi rumah di halaman sekolah tersebut.
Aksi tersebut berlangsung selama dua jam. Siswa memblokade jalan tersebut menggunakan meja dan kursi belajar. Anggota Polres Bima terlihat turun untuk melakukan pengamanan. Akibat blockade jalan tersebut, arus lalulintas di Desa Ngali terhambat. Warga yang hendak melewati jalur tersebut terpaksa harus bersabar. Hingga jalan tersebut kembali dibuka.
Damran koordinator lapangan aksi tersebut menuturkan, aksi blockade jalan tersebut sebagai bentuk protes terhadap pihak yang mengklaim tanah tersebut. Karena selama dua tahun terakhir, siswa SD Inpres 02 Ngali tidak bisa melaksanakan upacara bendera. Lantaran halaman yang biasa digunakan untuk upacara telah dipagar oleh pihak tersebut. “Tanah ini diklaim milik Hermansyah. Menurut mereka tanah ini merupakan tanah warisan keluarganya. Mereka melakukan penyerobotan tanah sekolah. Sekolah ini dibangun sejak tahun 1983. Tapi mereka baru menggugatnya tahun 2012 lalu,” ujarnya.
Sementara Hermansyah selaku ahli waris yang mengaku memiliki lahan tersebut menegaskan pihaknya memiliki bukti yang jelas atas kepemilikin tanah tersebut. Mulai dari sertifikat tanah dan bukti kepemilikan yang lainnya. Diakui Hermansyah, tanah tersebut merupakan tanah warisan dan ia adalah ahli warisnya. “Tanah ini secara syah merupakan milik kami. Pemerintah saat itu membangun paksa sekolah ini dilahan milik orangtua saya dan orang tua saya dibunuh saat itu. Ini kejadiannya tahun 1982. Pertanyaan saya saat ini, dimanakah hati nuraninya pemerintah. Kenapa persoalan ini tidak dituntaskan juga,” bebernya.
Diakui Hermansyah, tahun 2015 lalu disepakati persoalan ini akan diselesaikan. Tapi hingga saat ini pemerintah belum juga bersikap. Ia menyesalkan sikap guru SD Inpres 02 yang mengarahkan siswanya untuk merusak pagar miliknya. Karena sebenarnya ia tidak bermasalah dengan guru di sekolah tersebut. Yang bermasalah dengan dirinya adalah pemerintah. “Saya tidak punya urusan dengan guru dan murid disini. Tapi kenapa mereka menyuruh muridnya untuk merusak pagar milik kami. Kami sudah cukup sabar selama ini. Sebenarnya yang menyerobot tanah itu bukan kami, tapi pemerintah yang telah menyerobot tanah milik kami,” tegasnya.
Ia berharap Bupati Bima selaku pimpinan di pemerintahan bisa segera menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak persoalan ini akan terus membias. Bahkan Hermansyah mengancam akan menyegel sekolah tersebut, jika tidak ada sikap yang jelas dari pemerintah. “Segera tuntaskan masalah kami ini, kalau tidak kami terpaksa akan menyegel sekolah ini. Pihak Dikpora jangan tutup telinga atas persoalan ini,” pungkasnya.(KS-04)
COMMENTS