Sebanyak 145 Hektar are (Ha) kawasan hutan lindung yang berada di So. Ambantonggu, Toro Wae, Mbura, Sabe dan So Sipi Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima
Bima, KS.- Sebanyak 145 Hektar are (Ha) kawasan hutan lindung yang berada di So. Ambantonggu, Toro Wae, Mbura, Sabe dan So Sipi Desa Sambori Kecamatan Lambitu Kabupaten Bima, saat ini disinyalir sudah hancur akibat terjadinya perambahan hutan dan Ilegal loging yang dilakukan oleh sejumlah oknum warga yang tidak bertangggungjawab.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan Kecamatan Lambitu, Agusalim, S. Sos kepada wartawan Koran Stabilitas Rabu kemarin (27/4) mengungkapkan, sejak Nopember 2015 lalu hingga saat ini, masyarakat Desa Sambori dan sekitarnya terus melakukan aksi perladangan liar disertai dengan pencurian kayu hasil hutan (Ilegal Loging), di areal kawasan hutan lindung yang berada di Kecamatan Lambitu, terutama di So. Ambantonggu, Toro Wae, Mbura, Sabe dan So Sipi Desa Sambori kecamatan setempat.
“Akibat ulah nakalnya para oknum yang tidak bertanggungjawab itu, sebanyak 145 Ha kawasan hutan lindung yang ada di lima lokasi dimaksud saat ini sudah hancur dan gersang,” ujarnya.
Olehhnya itu, sebagai bentuk tanggungjawabnya dalam memimpin UPTD Kehutanan Kecamatan Lambitu, pihaknya mengaku sudah tiga kali melaporkan kejadian pengrusakan yang disertai dengan pencurian kayu hasil hutan tersebut kepada pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Bima dan KPHP Maria Donggomasa.Laporan pertama disampaikan tanggal 29 September, kemudian dilanjutkan lagi pada 9 Nopember 2015 dan untuk ketiga kalinya dilakukan pada 13 April 2016 lalu.
Namun sayangnya, dari sekian banyak laporan tersebut tidak satupun yang direspon oleh pihak dinas dan KPHP hingga saat ini, padahal laporan itu semata-mata bertujuan untuk menjaga dan mengamankan kawasan hutan agar tidak lagi dirusak dan dijarah oleh masyarakat seperti yang terjadi saat ini. “Saya sudah tiga kali melaporkan kejadian ini kepada pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Bima dan KPHP, bahkan tembusan kepada Bupati Bima, Ketua DPRD, Kasat Pol-PP dan juga Kapolsek Wawo, tapi sayangnya, laporan saya itu belum diindahkan sama sekali sampai sekarang,” akunya.
Mestinya lanjut Agus, untuk menghentikan aktivitas perladangan liar yang disertai aksi pencurian kayu dikawasan hutan lindung tersebut, pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Bima dan juga jajaran KPHP harus segera mengambil sikap yang tegas, karena jika tidak maka kawasan hutan lindung dan kayu-kayu besar yang berada pada lima lokasi di Desa Sambori dan sekitarnya itu, dalam beberapa hari kedepan akan semakin hancur dan habis dijarah oleh masyarakat, terutama oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
“Saya harap kasus ini harus secepatnya disikapi oleh dinas, paling tidak dilakukan operasi penangkapan terhadap para pelaku yang merusak kawasan tutupan negara dan mencuri kayu hasil hutan itu, untuk diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Agusalim menambahkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya bahwa di empat lokasi perambahan hutan di Desa Sambori dan sekitarnya itu, saat ini ada kegiatan yang dilakukan oleh PT. Koin-Nesia, khususnya di lokasi Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun operasi ataupun bentuk kegiatan dari perusahaan dimaksud tidak diketahui sama sekali oleh pihaknya, karena pihak perusahaan tidak pernah memberikan tahukan kepada pihaknya selaku KUPTD Kehutanan Kecamatan Lambitu.
“Jangankan bentuk kegiatan, orang-orang dari PT. Koin-Nesia itupun sampai sekarang kita tidak tahu menahu, karena mereka tidak pernah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kami di UPT Dinas Kehutanan Lambitu,” tandas mantan personil Pol-PP Kabupaten Bima ini. (KS-06)
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan Kecamatan Lambitu, Agusalim, S. Sos kepada wartawan Koran Stabilitas Rabu kemarin (27/4) mengungkapkan, sejak Nopember 2015 lalu hingga saat ini, masyarakat Desa Sambori dan sekitarnya terus melakukan aksi perladangan liar disertai dengan pencurian kayu hasil hutan (Ilegal Loging), di areal kawasan hutan lindung yang berada di Kecamatan Lambitu, terutama di So. Ambantonggu, Toro Wae, Mbura, Sabe dan So Sipi Desa Sambori kecamatan setempat.
“Akibat ulah nakalnya para oknum yang tidak bertanggungjawab itu, sebanyak 145 Ha kawasan hutan lindung yang ada di lima lokasi dimaksud saat ini sudah hancur dan gersang,” ujarnya.
Olehhnya itu, sebagai bentuk tanggungjawabnya dalam memimpin UPTD Kehutanan Kecamatan Lambitu, pihaknya mengaku sudah tiga kali melaporkan kejadian pengrusakan yang disertai dengan pencurian kayu hasil hutan tersebut kepada pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Bima dan KPHP Maria Donggomasa.Laporan pertama disampaikan tanggal 29 September, kemudian dilanjutkan lagi pada 9 Nopember 2015 dan untuk ketiga kalinya dilakukan pada 13 April 2016 lalu.
Namun sayangnya, dari sekian banyak laporan tersebut tidak satupun yang direspon oleh pihak dinas dan KPHP hingga saat ini, padahal laporan itu semata-mata bertujuan untuk menjaga dan mengamankan kawasan hutan agar tidak lagi dirusak dan dijarah oleh masyarakat seperti yang terjadi saat ini. “Saya sudah tiga kali melaporkan kejadian ini kepada pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Bima dan KPHP, bahkan tembusan kepada Bupati Bima, Ketua DPRD, Kasat Pol-PP dan juga Kapolsek Wawo, tapi sayangnya, laporan saya itu belum diindahkan sama sekali sampai sekarang,” akunya.
Mestinya lanjut Agus, untuk menghentikan aktivitas perladangan liar yang disertai aksi pencurian kayu dikawasan hutan lindung tersebut, pihak Dinas Kehutanan Kabupaten Bima dan juga jajaran KPHP harus segera mengambil sikap yang tegas, karena jika tidak maka kawasan hutan lindung dan kayu-kayu besar yang berada pada lima lokasi di Desa Sambori dan sekitarnya itu, dalam beberapa hari kedepan akan semakin hancur dan habis dijarah oleh masyarakat, terutama oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
“Saya harap kasus ini harus secepatnya disikapi oleh dinas, paling tidak dilakukan operasi penangkapan terhadap para pelaku yang merusak kawasan tutupan negara dan mencuri kayu hasil hutan itu, untuk diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Agusalim menambahkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya bahwa di empat lokasi perambahan hutan di Desa Sambori dan sekitarnya itu, saat ini ada kegiatan yang dilakukan oleh PT. Koin-Nesia, khususnya di lokasi Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun operasi ataupun bentuk kegiatan dari perusahaan dimaksud tidak diketahui sama sekali oleh pihaknya, karena pihak perusahaan tidak pernah memberikan tahukan kepada pihaknya selaku KUPTD Kehutanan Kecamatan Lambitu.
“Jangankan bentuk kegiatan, orang-orang dari PT. Koin-Nesia itupun sampai sekarang kita tidak tahu menahu, karena mereka tidak pernah berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kami di UPT Dinas Kehutanan Lambitu,” tandas mantan personil Pol-PP Kabupaten Bima ini. (KS-06)
COMMENTS