Kota Bima, KS. – Meskipun, insiden kebakaran yang terjadi di Rumah Makan Saung Miratun merupakan musibah alam yang tidak diketahui kapan, d...
Kota Bima, KS. – Meskipun, insiden kebakaran yang terjadi di Rumah Makan Saung Miratun merupakan musibah alam yang tidak diketahui kapan, dimana dan bisa menimpa siapa saja. Akan tetapi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bima tetap didesak untuk bertanggungjawab atas bencana alam hingga mengakibatkan bangunan itu rata dengan tanah. Demikian disampaikan Anggota DPRD, H.Armasnyah, SE kepada Wartawan Koran Stabilitas belum lama ini.
Desakan dari Politisi duta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, karena status bangunan itu merupakan asset daerah yang menghabiskan Anggaran Negara bernilai besar. Ditambah lagi, ada indikasi ketidak jelasan perihal Peraturan yang diundangkan oleh pemerintah menyangkut kerjasama antara pemkot dengan pihak ketiga (pengelola rumah makan saung miratun).”Ini bukan persoalan sepele, jangan sampai dianggap sederhana. Saya berani katakan ini persoalan serius,karena menghabiskan uang Negara bernilai besar. Jadi apapun bentuknya, saya minta dengan tegas agar pemkot bertanggungjawab dalam persoalan ini,” tegasnya.
Sepengatahuan Anggota Komisi II DPRD itu, bentuk kerjasama dalam kaitan itu hanya soal sewa menyewa. Sementara, ditengarai belum ada regulasi yang mengatur tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan termasuk musibah alam seperti yang terjadi saat ini. Terbukti,belum ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan selama asset itu disewa pihak ketika senilai Rp.15 Juta Rupiah pertahun melalui Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) tersebut.”Kalau sudah seperti ini, siapa yang harus bertanggungjawab, pemkot atau pengelola. Terlepas, ini bencana alam tanpa diketahui sebelumnya. Okelah itu tidak disengaja, bagaimana kalau disengaja, siapa yang harus bertanggungjawab,”ujarnya.
Sedangkan sebutnya,sumber dana untuk asset daerah itu, salah satunya untuk penataan lokasi tersebut menghabiskan anggaran Negara bernilai besar. Bahkan, hampir mencapai angka miliaran rupiah. Semestinya, pemkot harus memperjelas aturan menyangkut pengelolaan asset itu. Jadi imbuhnya, yang diatur jangan hanya soal sewa menyewa saja. Tetapi juga item-item lainya, sehingga dapat dijadikan sebagai pegangan, dasar hokum ketika dihadapkan dengan sejumlah persoalan. Idealnya, apapun bentuknya harus dituangkan dalam aturan,baik yang tidak disengaja (bencana alam) maupun yang disengaja.”Bila seperti ini, apa yang harus dilakukan,pihak mana yang mesti bertanggungjawab, penyewa atau pemkot. Sementara, regulasi soal itu belum jelas,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, politisi yang juga Ketua Gapensi kota tersebut menyorot soal perawatan dan penataan asset pemerintah daerah (Pemda) tersebut. Karena secara kasat mata,belakangan ini asset daerah itu tampak terlihat kumuh seolah tak terurus dengan baik.” Saya tidak tahu persis apakah tersedia anggaran perawatan atau tidak, tapi yang jelas saat ini tempat itu kumuh seperti tak terawatt,” pungkasnya seraya kembali meminta pemkot untuk bertanggungjawab atas kebakaran hebat yang menimpa salah satu asset daerah Minggu (11/09) kemarin. (AR-02)
Desakan dari Politisi duta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, karena status bangunan itu merupakan asset daerah yang menghabiskan Anggaran Negara bernilai besar. Ditambah lagi, ada indikasi ketidak jelasan perihal Peraturan yang diundangkan oleh pemerintah menyangkut kerjasama antara pemkot dengan pihak ketiga (pengelola rumah makan saung miratun).”Ini bukan persoalan sepele, jangan sampai dianggap sederhana. Saya berani katakan ini persoalan serius,karena menghabiskan uang Negara bernilai besar. Jadi apapun bentuknya, saya minta dengan tegas agar pemkot bertanggungjawab dalam persoalan ini,” tegasnya.
Sepengatahuan Anggota Komisi II DPRD itu, bentuk kerjasama dalam kaitan itu hanya soal sewa menyewa. Sementara, ditengarai belum ada regulasi yang mengatur tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan termasuk musibah alam seperti yang terjadi saat ini. Terbukti,belum ada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan selama asset itu disewa pihak ketika senilai Rp.15 Juta Rupiah pertahun melalui Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) tersebut.”Kalau sudah seperti ini, siapa yang harus bertanggungjawab, pemkot atau pengelola. Terlepas, ini bencana alam tanpa diketahui sebelumnya. Okelah itu tidak disengaja, bagaimana kalau disengaja, siapa yang harus bertanggungjawab,”ujarnya.
Sedangkan sebutnya,sumber dana untuk asset daerah itu, salah satunya untuk penataan lokasi tersebut menghabiskan anggaran Negara bernilai besar. Bahkan, hampir mencapai angka miliaran rupiah. Semestinya, pemkot harus memperjelas aturan menyangkut pengelolaan asset itu. Jadi imbuhnya, yang diatur jangan hanya soal sewa menyewa saja. Tetapi juga item-item lainya, sehingga dapat dijadikan sebagai pegangan, dasar hokum ketika dihadapkan dengan sejumlah persoalan. Idealnya, apapun bentuknya harus dituangkan dalam aturan,baik yang tidak disengaja (bencana alam) maupun yang disengaja.”Bila seperti ini, apa yang harus dilakukan,pihak mana yang mesti bertanggungjawab, penyewa atau pemkot. Sementara, regulasi soal itu belum jelas,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, politisi yang juga Ketua Gapensi kota tersebut menyorot soal perawatan dan penataan asset pemerintah daerah (Pemda) tersebut. Karena secara kasat mata,belakangan ini asset daerah itu tampak terlihat kumuh seolah tak terurus dengan baik.” Saya tidak tahu persis apakah tersedia anggaran perawatan atau tidak, tapi yang jelas saat ini tempat itu kumuh seperti tak terawatt,” pungkasnya seraya kembali meminta pemkot untuk bertanggungjawab atas kebakaran hebat yang menimpa salah satu asset daerah Minggu (11/09) kemarin. (AR-02)
COMMENTS