Bima, KS.- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Hafidz Abbas mengaku, perselisihan komunikasi antara PT. Sanggar Agro...
Bima, KS.- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Hafidz Abbas mengaku, perselisihan komunikasi antara PT. Sanggar Agro Karya Persana (SAKP) dengan masyarakat Desa Oi Katupa saat ini belum ada titik temunya. Perselisihan ini akan berakhir, jika semua pihak intens lakukan komunikasi.
“Jika komunikasi terus dibangun dengan baik, maka persoalan sengketa lahan ini bisa diselesaikan,” ujarnya di kantor Bupati Bima, Jumat (7/10).
Menurut dia, jika dibandingkan luas wilayah dengan Singapura. Bima delapan kali lebih besar dan lebih berpotensi dari segi kekayaan alam yang ada. Namun katanya, Bima bisa berkembang jika masyarakatnya mendukung tiga hal yang urgen.
Seperti, mendukung program pembangunan pemerintah, tidak adanya kritik yang berlebihan dan yang paling penting adalah menanamkan nilai-nilai demokrasi tulus serta budaya kebimaan yang relegius.
”Kebesaran Bima kedepannya tergantung dari sikap masyarakatnya yang dikenal dengan budaya dan kultur lokal Bima,” ungkapnya.
Kata pria yang bergelar Profesor itu, pembangunan di Bima harus didukung. Sehingga, investasi dan kondisi setempat tidak berdampak buruk. Semuanya harus damai dan nilai HAM serta hukum harus ada kepastian jelas, tidak boleh ada yang diistimewakan.
”Semuanya bisa berjalan lancar. Dengan catatan, pemerintah, Polisi dan semua elemen bisa pastikan tidak ada tindakan anarkis. Saya yakin, budaya yang Islami di Bima mampu meredam semua persoalan yang ada,”ujarnya.
Dia mengaku, telah mendatangi Oi Katupa dan melihat tidak ada masalah yang begitu besar di dalamnya. Dia hanya melihat, ada masalah komunikasi dan kultur berbeda yang terjadi.
”Warga, tidak ingin lahan itu dibagi oleh perusahaan. Ya, mereka mau jika diberikan atau diserahkan oleh pemerintah daerah,” jelasnya.
Dia menambahkan, di Oi Katupa sumber airnya berlimpah, jika kayu putih itu tumbuh subur dan sudah waktunya dipanen, maka akan menjadi sumber pendapatan baik oleh masyarakat maupun daerah. (Ag-04)
“Jika komunikasi terus dibangun dengan baik, maka persoalan sengketa lahan ini bisa diselesaikan,” ujarnya di kantor Bupati Bima, Jumat (7/10).
Menurut dia, jika dibandingkan luas wilayah dengan Singapura. Bima delapan kali lebih besar dan lebih berpotensi dari segi kekayaan alam yang ada. Namun katanya, Bima bisa berkembang jika masyarakatnya mendukung tiga hal yang urgen.
Seperti, mendukung program pembangunan pemerintah, tidak adanya kritik yang berlebihan dan yang paling penting adalah menanamkan nilai-nilai demokrasi tulus serta budaya kebimaan yang relegius.
”Kebesaran Bima kedepannya tergantung dari sikap masyarakatnya yang dikenal dengan budaya dan kultur lokal Bima,” ungkapnya.
Kata pria yang bergelar Profesor itu, pembangunan di Bima harus didukung. Sehingga, investasi dan kondisi setempat tidak berdampak buruk. Semuanya harus damai dan nilai HAM serta hukum harus ada kepastian jelas, tidak boleh ada yang diistimewakan.
”Semuanya bisa berjalan lancar. Dengan catatan, pemerintah, Polisi dan semua elemen bisa pastikan tidak ada tindakan anarkis. Saya yakin, budaya yang Islami di Bima mampu meredam semua persoalan yang ada,”ujarnya.
Dia mengaku, telah mendatangi Oi Katupa dan melihat tidak ada masalah yang begitu besar di dalamnya. Dia hanya melihat, ada masalah komunikasi dan kultur berbeda yang terjadi.
”Warga, tidak ingin lahan itu dibagi oleh perusahaan. Ya, mereka mau jika diberikan atau diserahkan oleh pemerintah daerah,” jelasnya.
Dia menambahkan, di Oi Katupa sumber airnya berlimpah, jika kayu putih itu tumbuh subur dan sudah waktunya dipanen, maka akan menjadi sumber pendapatan baik oleh masyarakat maupun daerah. (Ag-04)
COMMENTS