$type=carousel$sn=0$cols=4$va=0$count=5$show=home

Soal PT. Sanggar Agro, Kepala BPN Berikan Solusi

Perjuangan rakyat Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima tak surut saja. Tanah eks Kantor Bupati Bima (perempatan lampu merah Gun...

Perjuangan rakyat Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima tak surut saja. Tanah eks Kantor Bupati Bima (perempatan lampu merah Gunung Dua) seolah menjadi hunian baru bagi mereka. Walau statusnya berkemah, itu simbol perjuangan mereka belum menunjukkan tanda-tanda lelah. Lalu, bagaimana konflik mereka dengan PT. Sanggar Agro Karya Persada (SAKP) bisa mendapatkan Solusinya? Ini Kata Kepala BPN Kabupaten Bima, Said Asa, SH, MH, di ruang kerjanya, Jum’at (30/9) secara eksklusif kepada Wartawan Koran Stabilitas.

Bima, KS.- Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bima, Said Asa, SH, MH menguraikan cerita tentang kehadiran PT. Sanggar Agro Karya Persada (SAKP). Kata Said, pada tahun 1990, PT. SAKP saat direkturnya Almarhum Drs. Anhaz Moezakkir mengajukan pemanfaatan lahan di Kecamatan Sanggar. Oleh Pemerintah, atas pengusulan ini, pada tahun 1992 diberikanlah sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Untuk di Desa Piong yang sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan Sanggar seluas 598 hektar untuk usaha peternakan sapi potong. Masa berlaku HGU ini hingga tahun 2022.

Ditambahkannya, PT. SAKP kemudian mengajukan pemanfaatan lahan kembali, dan oleh BPN diberikan ijin HGU di Desa Kawinda Toi (sekarang menjadi Desa Oi Katupa) dengan luas lahan yang diberikan 3.963 hektar. HGU yang diberikan pada areal ini khusus untuk penanaman komoditas kelapa hibrida dan cokelat. Masa berlaku HGU ini hingga tahun 2034.

Dalam perjalanannya, sambung Said, PT. SAKP sebenarnya melakukan usaha-usaha sebagaimana usulan penggunaan lahan yang diajukan. Diawal-awal tahun pemberian HGU, PT. SAKP ternyata mengalami kendala yang akhirnya tidak melanjutkan usaha peternakan sapi maupun penanaman kelapa hibrida dan cokelat.

Di tengah mandeknya usaha, oleh masyarakat baik yang berasal dari Kecamatan Sanggar dan Tambora maupun yang datang dari kecamatan lain, melakukan upaya pemanfaatan lahan di atas tanah HGU PT. SAKP. Tanaman kelapa hibrida maupun cokelat yang ditanami perusahaan pun sudah tak ada.

“Yah, kini kita bisa lihat, pemanfaatan lahan HGU milik PT. SAKP sebagian lahannya sudah menjadi kawasan pemukiman warga dan lahan perkebunan. Oleh Pemda di tahun 2012, dijadikan sebuah desa dan dibuatkan Perda. Bahkan di tahun 2010 dikeluarkan SPPT atas nama warga padahal itu masih berlaku ijin HGU PT. SAKP. Dan kabarnya, SPPT ini sudah ditarik kembali oleh Pemda,” papar pria kelahiran Kabupaten Alor, Propinsi NTT itu.

Diakuinya, sekitar tahun 1997, PT. SAKP mengajukan perubahan komoditas usaha. Dari kelapa hibrida dan cokelat menjadi usaha perkebunan jambu mente. Tapi, upaya investasi PT. SAKP saat itu dinilai kurang serius dan terjadi pembiaran pada ijin HGU yang diberikan. Akhirnya, pada tahun 2000 dan 2001 diberikan peringatan secara tertulis oleh BPN Provinsi NTB hingga dua kali.

“Surat Keputusan (SK) dari HGU ini dikeluarkan oleh BPN Pusat. Soal peringatan memang BPN Propinsi NTB yang memiliki kewenangan saat itu,” ujar Said sembari mengaku menjadi PNS agraria dan pernah bertugas di Bima pada tahun 1985 dulu.

Ditegaskannya, kala itu, regulasi yang mengatur pencabutan ijin HGU belum jelas. Hanya peringatan saja yang ada. Dan tentunya, usia HGU PT. SAKP tetap berlaku hingga akhir masa berlakunya. “Di Piong hingga tahun 2022 dan di Oi Katupa hingga tahun 2034,” sebutnya.

Soal pemberian lahan yang diajukan Pemkab Bima seluas 425 hektar yang kemudian disetujui oleh PT. SAKP hanya 300 hektar (200 hektar di Desa Oi Katupa dan 100 hektar di Desa Piong), menurut Said, hal itu bagian dari mencari solusi juga. Namun, langkah ini ternyata masih ditolak warga.

Ia pun bercerita. Pernah ada instruksi dari pusat, kalau lahan HGU seluas 100 hektar di Desa Piong dibuat dalam satu sertifikat. Upaya pensertifikatan ini demi bantuan peternakan di Desa Piong pada lahan yang bersertifikat. Tapi, setelah dilakukan pertemuan dengan masyarakat, tidak ada titik temu.

“Menurut warga saat itu. Jika dibuat satu sertifikat dan dikelola oleh ratusan orang, tentu akan berdampak pada polemik internal antar warga. Memang masuk di akal sebenarnya. Tapi, satu sertifikat ini sebenarnya bisa dibuat atas nama pemerintah desa. Walau demikian, masyarakat tetap menolak. Akhirnya, bantuan peternakan tersebut tidak bisa diberikan dan dialihkan pada desa yang menyiapkan lahan bersertifikat,” jelas Said.

Diakuinya, dalam hal legalitas memang ada kelemahannya. Namun, harus dipahami bahwa dirinya adalah Kepala BPN dimana konflik warga dan perusahaan ini ada. Dia pun merasa kecewa, ketika disudutkan saat rapat membahas konflik ini.

“Saat rapat dulu. Saya memang tidak membawa data soal legalitas PT. SAKP. Karena memang data-data yang ada, bukan kewenangan saya selaku pejabat pertanahan di level daerah. Dia mempertanyakan juga, bagaimana sebagian orang bisa mengakses data-data tersebut. Karena data itu adanya di wilayah dan BPN pusat,” ujar dia menegarkan rasa kecewanya.

Namun, dalam semangat mencari solusi atas masalah ini. Dia menyarankan kepada para pihak bisa menempuh jalur mediasi dan upaya hukum.

“Saya lebih mendorong upaya konflik ini pada jalur mediasi. Semestinya, pertemuan tempo itu, pihak perusahaan dipertemukan dengan pihak warga. Jangan masing-masing dipertemukan berbeda-beda. Pemda tentunya pihak yang kompeten dalam hal mediasi ini. Dan kami akan sangat membantu jika diperlukan dalam mediasi antara warga dan PT. SAKP,” tuturnya penuh harap.

Dia menawarkan solusi di atas konflik ini dengan pola kemitraan kerjasama operasional. Maksudnya, pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dengan perusahaan mitra.

“Kelompok mitra adalah kelompok yang menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaaan sarana produksi lainnya. Perusahaan mitra juga sebagai penjamin pasar dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola ini sering diterapkan pada usaha perkebunan tebu, tembakau, sayuran dan pertambakan. Tentunya, dalam pola ini telah diatur tentang kesepakan pembagian hasil dan resiko,” papar Said penuh semangat.

Jika memang jalur mediasi ini deadlock. Masing-masing pihak bisa menempuh jalur hukum dalam mengakhiri konflik yang terjadi.

“Silahkan ajukan gugatan hukum ke pengadilan. Saya kira, ini cara yang cukup elegan dari pada harus mengorbankan rakyat dan menggantung usaha investasi di Desa Oi Katupa,” tandas Said menutupi wawancaranya dengan Wartawan Koran Stabilitas. (Ag-04)

COMMENTS

BLOGGER




Nama

Featured,1634,Hukum Kriminal,2145,Kesehatan,387,Korupsi,754,Olahraga,236,Opini,135,Pemerintahan,1562,Pendidikan,832,Politik,1278,Sosial Ekonomi,2608,
ltr
item
Koran Stabilitas: Soal PT. Sanggar Agro, Kepala BPN Berikan Solusi
Soal PT. Sanggar Agro, Kepala BPN Berikan Solusi
Koran Stabilitas
https://www.koranstabilitas.com/2016/10/soal-pt-sanggar-agro-kepala-bpn-berikan.html
https://www.koranstabilitas.com/
https://www.koranstabilitas.com/
https://www.koranstabilitas.com/2016/10/soal-pt-sanggar-agro-kepala-bpn-berikan.html
true
8582696224840651461
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy