Di dunia global islam bukan hanya dianggap sebagai agama yang membawakan keadilan dan kedamaian. Islam juga dianggap sebagai agama yang memb...
Di dunia global islam bukan hanya dianggap sebagai agama yang membawakan keadilan dan kedamaian. Islam juga dianggap sebagai agama yang membawa radikalisme dan juga terorisme atau konflik dan perpecahan. Apalagi muncul juga berbagai pemahaman islamophobia yang menganggap islam adalah ajaran yang menakutkan. Seperti yang terjadi saat ini di Tingkat Nasional, mulai dari kasus Mako Brimob juga Poltabes Surabaya. Sesungguhnya kejadian itu adalah diduga kuat factor kepentingan kaum tertentu yang membawa-bawa nama islam, atau kaum munafik yang bertopeng dibalik label islam.
KOTA BIMA, KS.- Ustad H.Muhammad Adnin,M.Pdi dalam ceramah agamanya di acara Dzikir dan Do,a bersama di halaman Mapolres Bima Kota, Selasa (15/5)kemarin pagi menyampaikan bahwa dalam fitrahnya, islam adalah agama yang membawakan pada keadilan, kedamaian, dan rahmat bagi semesta alam. Akan tetapi citra islam tersebut, terkadang dirusak oleh orang-orang yang membenci dan tidak suka islam berkembang.
“Untuk menjawab hal tersebut, tentu saja islam harus menunjukkan bukti bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, bukan membawa pada kerusakan dan perpecahan. Dalam hal ini, Al-Quran menjawab hal tersebut dalam ayat-ayat yang ada di dalamnya,” jelasnya.
Kata penghafal Al-Qur’a itu, bahwa ajaran kedamaian Islam terdapat dalam Al-Quran dan dalam sejarah. Yaitu, bahwa Rasulullah tidak selalu melaksanakan perang jika bukan hal tersebut adalah satu-satunya jalan dan media untuk menyebarkan ajaran islam. Kedamaian dan juga keadilan adalah hal yang juga Rasulullah jalankan agar manusia semakin baik di dunia.
“Berikut adalah ayat-ayat dalam Al-Quran sebagai bukti bahwa ajarna islam adalah ajaran yang membawakan kedamaian. Yaitu condong pada kedamaian “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. “ (QS Al Anfal : 61),” urainya rinci.
Selanjutnya, dalam ayat di atas ditunjukkan bahwa islam adalah ajaran yang condong pada kedamaian bukan justru memecah belah dan membuat konflik berkepanjangan. Untuk itu, seruan mengarah kepada kedamaian ini sebagai bagian manusia tunduk kepada aturan Allah dan bentuk ketaqwaan pada ajaran islam. Ajaran kedamaian ini tentu saja bisa juga dibuktikan dari bagaimana Nabi Muhammad setelah perang tidak lantas menghabiskan seluruh orang-orang kafir dan penduduk yang tidak bersalah.
“Islam juga melarang saling membunuh satu dengan lainnya, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32),” pungkasnya.
Di dalam islam, membunuh bukanlah perbuatan yang diperintahkan. Membunuh dalam islam tidak pernah dipandang baik kecuali dalam konteks menegakkan aturan karena kejahatan atau memang dalam konteks peperangan. Akan tetapi aturan membunuh tersebut juga tidak sembarangan dan sangat berhati-hati.
“Ingat pada undangan sekalian, bahwa islam tidak pernah mengajarkan untuk saling membunuh apalagi jika hanya karena aspek emosional belaka. Membunuh bagaimanapun juga adalah mengambil hak hidup bagi manusia. Sedangkan hidup ini lah yang perlu dipertanggungjawabkan seseorang kepada Allah, “imbuhnya.
Kedamaian islam tentu menjadi suatu yang prioritas ketimbang melakukan perang atau saling membunuh, sebagaimana yang disampaikan dalam ayat tersebut.
Memang katanya, orang Kafir yang membenci islam sebagaimana diamanatkan dalam surat At-Taubah: 32 mengatakan, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai”. Di dalam ayat tersebut dapat kita lihat bahwa orang-orang kafir lah yang justru mencibir dan memaki islam. Artinya aspek kedamaian ini tidak dilakukan oleh musuh-musuh islam.
“Terbukti dalam ayat tersebut bukanlah islam yang melakukan olok-olokan atau ucapan-ucapan yang memancing konflik, melainkan orang-orang kafir yang melakukannya,” tandasnya.
Lebih lanjut lagi disampaikannya, bahwa diketahui pada zaman dahulu ajakan perang bukan saja berasal dari ajaran islam. Orang-orang di luar islam bahkan bangsa-bangsa maju di zaman dahulu pun juga sudah menjadikan perang secara fisik sebagai media untuk berkuasa dan menyebarkan islam.
“Di zaman ini tentu saja bentuk perang masih ada, namun tidak selalu menggunakan cara-cara fisik. Teknologi dan informasi adalah hal yang menjadi media perang yang juga bisa memecah belah kedamaian saat ini,” cetusnya.
Di akhir ceramahnya, Ustad Adnin kembali mengingatkan kepada seluruh undangan yang hadir bahwa “Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS Al Kafiruun). Sekali lagi, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan untuk memaksakan suatu keyakinan. Namun bukan berarti islam juga membenarkan seluruh agama. Dalam hal ini islam menyerahkan seluruh keyakinan dan pilihan pada manusia itu sendiri dan masing-masing akan mempertanggungjawabkannya kepada Allah SWT secara sendiri-sendiri.
“Untuk itu, dalam menjaga perdamaian islam tidak membolehkan mencampur adukkan rukun iman, rukun islam, Iman dalam Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan, dan Hubungan Akhlak dengan Iman dengan aqidah agama lain atau bahkan menghina di antaranya. Maka yang ada adalah menghargai pilihan masing-masing tanpa harus mengikuti ajaran tersebut,” paparnya.(KS-Rafiq).
Acara Dzikir dan Do,a bersama di halaman Mapolres Bima Kota, Selasa (15/5) |
KOTA BIMA, KS.- Ustad H.Muhammad Adnin,M.Pdi dalam ceramah agamanya di acara Dzikir dan Do,a bersama di halaman Mapolres Bima Kota, Selasa (15/5)kemarin pagi menyampaikan bahwa dalam fitrahnya, islam adalah agama yang membawakan pada keadilan, kedamaian, dan rahmat bagi semesta alam. Akan tetapi citra islam tersebut, terkadang dirusak oleh orang-orang yang membenci dan tidak suka islam berkembang.
“Untuk menjawab hal tersebut, tentu saja islam harus menunjukkan bukti bahwa islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, bukan membawa pada kerusakan dan perpecahan. Dalam hal ini, Al-Quran menjawab hal tersebut dalam ayat-ayat yang ada di dalamnya,” jelasnya.
Kata penghafal Al-Qur’a itu, bahwa ajaran kedamaian Islam terdapat dalam Al-Quran dan dalam sejarah. Yaitu, bahwa Rasulullah tidak selalu melaksanakan perang jika bukan hal tersebut adalah satu-satunya jalan dan media untuk menyebarkan ajaran islam. Kedamaian dan juga keadilan adalah hal yang juga Rasulullah jalankan agar manusia semakin baik di dunia.
“Berikut adalah ayat-ayat dalam Al-Quran sebagai bukti bahwa ajarna islam adalah ajaran yang membawakan kedamaian. Yaitu condong pada kedamaian “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. “ (QS Al Anfal : 61),” urainya rinci.
Selanjutnya, dalam ayat di atas ditunjukkan bahwa islam adalah ajaran yang condong pada kedamaian bukan justru memecah belah dan membuat konflik berkepanjangan. Untuk itu, seruan mengarah kepada kedamaian ini sebagai bagian manusia tunduk kepada aturan Allah dan bentuk ketaqwaan pada ajaran islam. Ajaran kedamaian ini tentu saja bisa juga dibuktikan dari bagaimana Nabi Muhammad setelah perang tidak lantas menghabiskan seluruh orang-orang kafir dan penduduk yang tidak bersalah.
“Islam juga melarang saling membunuh satu dengan lainnya, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32),” pungkasnya.
Di dalam islam, membunuh bukanlah perbuatan yang diperintahkan. Membunuh dalam islam tidak pernah dipandang baik kecuali dalam konteks menegakkan aturan karena kejahatan atau memang dalam konteks peperangan. Akan tetapi aturan membunuh tersebut juga tidak sembarangan dan sangat berhati-hati.
“Ingat pada undangan sekalian, bahwa islam tidak pernah mengajarkan untuk saling membunuh apalagi jika hanya karena aspek emosional belaka. Membunuh bagaimanapun juga adalah mengambil hak hidup bagi manusia. Sedangkan hidup ini lah yang perlu dipertanggungjawabkan seseorang kepada Allah, “imbuhnya.
Kedamaian islam tentu menjadi suatu yang prioritas ketimbang melakukan perang atau saling membunuh, sebagaimana yang disampaikan dalam ayat tersebut.
Memang katanya, orang Kafir yang membenci islam sebagaimana diamanatkan dalam surat At-Taubah: 32 mengatakan, “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai”. Di dalam ayat tersebut dapat kita lihat bahwa orang-orang kafir lah yang justru mencibir dan memaki islam. Artinya aspek kedamaian ini tidak dilakukan oleh musuh-musuh islam.
“Terbukti dalam ayat tersebut bukanlah islam yang melakukan olok-olokan atau ucapan-ucapan yang memancing konflik, melainkan orang-orang kafir yang melakukannya,” tandasnya.
Lebih lanjut lagi disampaikannya, bahwa diketahui pada zaman dahulu ajakan perang bukan saja berasal dari ajaran islam. Orang-orang di luar islam bahkan bangsa-bangsa maju di zaman dahulu pun juga sudah menjadikan perang secara fisik sebagai media untuk berkuasa dan menyebarkan islam.
“Di zaman ini tentu saja bentuk perang masih ada, namun tidak selalu menggunakan cara-cara fisik. Teknologi dan informasi adalah hal yang menjadi media perang yang juga bisa memecah belah kedamaian saat ini,” cetusnya.
Di akhir ceramahnya, Ustad Adnin kembali mengingatkan kepada seluruh undangan yang hadir bahwa “Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS Al Kafiruun). Sekali lagi, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan untuk memaksakan suatu keyakinan. Namun bukan berarti islam juga membenarkan seluruh agama. Dalam hal ini islam menyerahkan seluruh keyakinan dan pilihan pada manusia itu sendiri dan masing-masing akan mempertanggungjawabkannya kepada Allah SWT secara sendiri-sendiri.
“Untuk itu, dalam menjaga perdamaian islam tidak membolehkan mencampur adukkan rukun iman, rukun islam, Iman dalam Islam, Hubungan Akhlak Dengan Iman Islam dan Ihsan, dan Hubungan Akhlak dengan Iman dengan aqidah agama lain atau bahkan menghina di antaranya. Maka yang ada adalah menghargai pilihan masing-masing tanpa harus mengikuti ajaran tersebut,” paparnya.(KS-Rafiq).
COMMENTS