Pembangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Satampa Lawa yang berlokasi di Desa Sangia Kecamatan Sape, diduga bermasalah.
Pembangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Satampa Lawa yang berlokasi di Desa Sangia Kecamatan Sape, diduga bermasalah. Pasalnya, bangunan yang menghabiskan anggaran Negara ratusan juta dua tahun lalu itu dibangun diatas tanah tanpa ijin dari pemilik sah tanah tersebut. Bahkan, surat pernyataan hibah sebagai salah satu syarat untuk mendatangkan anggaran diduga kuat dipalsukan.
Anehnya, surat pernyataan hibah dari Sekolah itu muncul setelah ada keberatan dari ahli waris. Padahal, keterangan hibah merupakan salah satu syarat untuk mendatangkan anggaran, artinya harus muncul lebih awal sebelum anggaran untuk pembangunan sekolah direalisisasikan. Bukan, dibuat setelah beberapa tahun sekolah itu dibangun. “Sekolah itu dibangun secara ilegal, karena pernyataan hibah muncul belakangan menyusul keberatan ahli waris. Kalaupun ada, berarti itu surat pernyataan hibah palsu yang dibuat demi mendatangkan anggaran Negara untuk pembangunan sekolah ilegal tersebut,” kata, Gufran, keluarga ahli waris tanah seluas 40 x 80 Are itu kepada Koran Stabilitas belum lama ini.
Gufran mengaku, surat pernyataan hibah diketahui palsu ketika dibuat tertanggal 7 Oktober 2014, padahal SDN itu dibangun dua tahun lalu. Mestinya kata Gufran, surat hibah yang melibatkan Pemerintah Desa (Pemdes), Camat, Dikpora dibuat dan dilampirkan pada saat pengajuan proposal permohonan dana. Karena, Pusat mencairkan dana untuk pembangunan sekolah sesuai proposal yang diajukan, dengan catatan ada surat pernyataan hibah tanah. “Surat pernyataan hibah itu dipalsukan demi mendatangkan anggaran. Karenanya, mereka (Pemdes, Camat, UPTD Dikpora Sape, termasuk Dikpora Kabupaten Bima) harus bertanggungjawab atas dugaan pemalsuan surat tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, dugaan pemalsuan itu merupakan pelanggaran hukum, karena atas perbuatan itu bukan hanya merugikan keuangan Negara, melainkan juga para ahli waris tanah tersebut. Masalahnya, 600 pohon Jati Alam yang ditanam pemilik sah tanah dimaksud ditebang pasca pekerjaan itu berlangsung. “Perbuatan mereka merugikan keuangan Negara dan ahli waris, untuk itu saya minta aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan dalam kaitan itu. Karena, banyak pihak yang terlibat dalam persoalan tersebut,” tegasnya.
Selain mendesak penegak hukum, Gufran juga meminta ganti rugi atas penebangan ratusan pohon jati yang telah berumur sembilan Tahun tersebut. Termasuk ganti rugi lahan sebagai lokasi pembangunan SDN tersebut. Apabila tidak diindahkan, pihaknya sebagai keluarga ahli waris akan menempuh jalur hukum dan menyegel sekolah tersebut. Karena, perbuatan itu tergolong perampokan, pencamplokan dan penyerobotan tanah milik Syamsudin M.Sidik sebagai ahli waris tanah tersebut. “Yakin saja, dalam waktu dekat kami akan menyegel Sekolah itu. Apalagi, pihak Sekolah sempat memaksa ahli waris untuk tandatangan surat pernyataan tersebut,” pungkasnya.
Kepala Dikpora Kabupaten Bima, Tajuddin, SH yang dikonfirmasi Koran Stabilitas Sabtu (01/11) di Halaman Kantor Dinas setempat, menyarankan ahli waris tanah tersebut untuk membuat laporan secara tertulis berikut bukti kepemilikan tanah yang digunakan untuk membangun SDN tersebut. Hal itu diperlukan sebagai dasar pihaknya untuk memanggil Kepsek SDN tersebut. “Itu adalah dasar kami untuk memanggil Kepsek dimaksud, bahkan kami akan lanjutkan laporan itu ke Bupati Bima, Drs, H.Syafrudin, HM.Nur, M.Pd,” pintanya. (KS-09)
Anehnya, surat pernyataan hibah dari Sekolah itu muncul setelah ada keberatan dari ahli waris. Padahal, keterangan hibah merupakan salah satu syarat untuk mendatangkan anggaran, artinya harus muncul lebih awal sebelum anggaran untuk pembangunan sekolah direalisisasikan. Bukan, dibuat setelah beberapa tahun sekolah itu dibangun. “Sekolah itu dibangun secara ilegal, karena pernyataan hibah muncul belakangan menyusul keberatan ahli waris. Kalaupun ada, berarti itu surat pernyataan hibah palsu yang dibuat demi mendatangkan anggaran Negara untuk pembangunan sekolah ilegal tersebut,” kata, Gufran, keluarga ahli waris tanah seluas 40 x 80 Are itu kepada Koran Stabilitas belum lama ini.
Gufran mengaku, surat pernyataan hibah diketahui palsu ketika dibuat tertanggal 7 Oktober 2014, padahal SDN itu dibangun dua tahun lalu. Mestinya kata Gufran, surat hibah yang melibatkan Pemerintah Desa (Pemdes), Camat, Dikpora dibuat dan dilampirkan pada saat pengajuan proposal permohonan dana. Karena, Pusat mencairkan dana untuk pembangunan sekolah sesuai proposal yang diajukan, dengan catatan ada surat pernyataan hibah tanah. “Surat pernyataan hibah itu dipalsukan demi mendatangkan anggaran. Karenanya, mereka (Pemdes, Camat, UPTD Dikpora Sape, termasuk Dikpora Kabupaten Bima) harus bertanggungjawab atas dugaan pemalsuan surat tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, dugaan pemalsuan itu merupakan pelanggaran hukum, karena atas perbuatan itu bukan hanya merugikan keuangan Negara, melainkan juga para ahli waris tanah tersebut. Masalahnya, 600 pohon Jati Alam yang ditanam pemilik sah tanah dimaksud ditebang pasca pekerjaan itu berlangsung. “Perbuatan mereka merugikan keuangan Negara dan ahli waris, untuk itu saya minta aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan dalam kaitan itu. Karena, banyak pihak yang terlibat dalam persoalan tersebut,” tegasnya.
Selain mendesak penegak hukum, Gufran juga meminta ganti rugi atas penebangan ratusan pohon jati yang telah berumur sembilan Tahun tersebut. Termasuk ganti rugi lahan sebagai lokasi pembangunan SDN tersebut. Apabila tidak diindahkan, pihaknya sebagai keluarga ahli waris akan menempuh jalur hukum dan menyegel sekolah tersebut. Karena, perbuatan itu tergolong perampokan, pencamplokan dan penyerobotan tanah milik Syamsudin M.Sidik sebagai ahli waris tanah tersebut. “Yakin saja, dalam waktu dekat kami akan menyegel Sekolah itu. Apalagi, pihak Sekolah sempat memaksa ahli waris untuk tandatangan surat pernyataan tersebut,” pungkasnya.
Kepala Dikpora Kabupaten Bima, Tajuddin, SH yang dikonfirmasi Koran Stabilitas Sabtu (01/11) di Halaman Kantor Dinas setempat, menyarankan ahli waris tanah tersebut untuk membuat laporan secara tertulis berikut bukti kepemilikan tanah yang digunakan untuk membangun SDN tersebut. Hal itu diperlukan sebagai dasar pihaknya untuk memanggil Kepsek SDN tersebut. “Itu adalah dasar kami untuk memanggil Kepsek dimaksud, bahkan kami akan lanjutkan laporan itu ke Bupati Bima, Drs, H.Syafrudin, HM.Nur, M.Pd,” pintanya. (KS-09)
COMMENTS