DPRD Kabupaten Bima tetap ngotot ingin membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengungkap sejumlah indikasi korupsi dan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek
DPRD Kabupaten Bima tetap ngotot ingin membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengungkap sejumlah indikasi korupsi dan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek penimbunan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima. Meski disisi lain berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mataram tidak ditemukan indikasi kerugian negara.
Hal tersebut ditegaskan anggota DPRD setempat Edy Muklis S Sos, pada Koran Stabilitas pada akhir pekan kemarin. Menurut Duta Partai Nasdem ini, hasil audit BPKP belum bisa dijadikan pegangan. Sebab, dalam proses audit itu mereka hanya fokus pada satu item indikasi pelanggaran yang dilaporkan oleh LSM Barisan Muda Anti Korupsi beberapa waktu lalu.
Selain itu kata dia Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bima, BPKP hanya mengaudit indikasi mark up volume penimbunan saja. Sedangkan masih ada beberapa poin lain yang juga dilaporkan saat itu. Padahal, sejumlah Indikasi yang dilaporkan saat itu, selain dugaan mark up volume pekerjaan juga terkait prosedur pelelangan yang menyalahi prosedur. Dalam pelelangan itu Dinas Pekerjaan Umum tidak melibatkan banyak perusahaan, tapi hanya dua perusahaan saja. “Saat pelelangan PU hanya melibatkan PT Tukad Mas dan PT Bunga Raya, tidak ada perusahaan lain,” katanya.
Sedangkan dalam Pepres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, proses tender harus melibatkan minimal lima perusahaan. Kalua hanya dua perusahaan yang dilibatkan lanjut dia, dinilai tidak kompotitif. “Kalau hanya dua perusahaan yang dilbatkan, tidak ada prusahaan yang dijadikan alternative lain. Lagi pula itu menyalahi aturan,” jelasnya.
Poin berikutnya lanjut dia yakni, indikasi penyalah gunaan anggaran PPID Rp. 9, 7 yang diperuntukan untuk penimbunan itu. Anggaran tersebut dikucurkan pemerintah pusat ke setiap daerah, untuk pembuatan jalan pedesaan dan pembangunan perkantoran atau perumahan. Bukan untuk penimbunan atau reklamasi. “Disini, terindikasi penyalah gunaan anggaran oleh pemerintah daerah,” katanya.
Kata dia, dua poin tersebut tidak disentuh BPKP dalam melakukan audit. Namun mereka hanya fokur pada aitem laporan indikasi mar’up volume pekerjaan saja. Dan itu tidak ditemukan adanya indikasi kerugian Negara. “Hasil itupun masih kami pertanyakan. Karena berdasarkan data yang kami himpun, volume penimbunan itu telah dikurangi kontraktor,” katanya.
Untuk mengungkap itu semua lanjut mantan wartawan ini, pihaknya akan membentuk pansus dalam waktu dekat ini. Dia mengku, rencana tersebut didukung oleh sejumlah anggota DPRD lainnya. “Rencana pembentukan Pansus akan diajukan ke Ketua DPRD setempat, untuk dibahas dalam Banmus,” pungkasnya. (KS-13)
Hal tersebut ditegaskan anggota DPRD setempat Edy Muklis S Sos, pada Koran Stabilitas pada akhir pekan kemarin. Menurut Duta Partai Nasdem ini, hasil audit BPKP belum bisa dijadikan pegangan. Sebab, dalam proses audit itu mereka hanya fokus pada satu item indikasi pelanggaran yang dilaporkan oleh LSM Barisan Muda Anti Korupsi beberapa waktu lalu.
Selain itu kata dia Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bima, BPKP hanya mengaudit indikasi mark up volume penimbunan saja. Sedangkan masih ada beberapa poin lain yang juga dilaporkan saat itu. Padahal, sejumlah Indikasi yang dilaporkan saat itu, selain dugaan mark up volume pekerjaan juga terkait prosedur pelelangan yang menyalahi prosedur. Dalam pelelangan itu Dinas Pekerjaan Umum tidak melibatkan banyak perusahaan, tapi hanya dua perusahaan saja. “Saat pelelangan PU hanya melibatkan PT Tukad Mas dan PT Bunga Raya, tidak ada perusahaan lain,” katanya.
Sedangkan dalam Pepres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, proses tender harus melibatkan minimal lima perusahaan. Kalua hanya dua perusahaan yang dilibatkan lanjut dia, dinilai tidak kompotitif. “Kalau hanya dua perusahaan yang dilbatkan, tidak ada prusahaan yang dijadikan alternative lain. Lagi pula itu menyalahi aturan,” jelasnya.
Poin berikutnya lanjut dia yakni, indikasi penyalah gunaan anggaran PPID Rp. 9, 7 yang diperuntukan untuk penimbunan itu. Anggaran tersebut dikucurkan pemerintah pusat ke setiap daerah, untuk pembuatan jalan pedesaan dan pembangunan perkantoran atau perumahan. Bukan untuk penimbunan atau reklamasi. “Disini, terindikasi penyalah gunaan anggaran oleh pemerintah daerah,” katanya.
Kata dia, dua poin tersebut tidak disentuh BPKP dalam melakukan audit. Namun mereka hanya fokur pada aitem laporan indikasi mar’up volume pekerjaan saja. Dan itu tidak ditemukan adanya indikasi kerugian Negara. “Hasil itupun masih kami pertanyakan. Karena berdasarkan data yang kami himpun, volume penimbunan itu telah dikurangi kontraktor,” katanya.
Untuk mengungkap itu semua lanjut mantan wartawan ini, pihaknya akan membentuk pansus dalam waktu dekat ini. Dia mengku, rencana tersebut didukung oleh sejumlah anggota DPRD lainnya. “Rencana pembentukan Pansus akan diajukan ke Ketua DPRD setempat, untuk dibahas dalam Banmus,” pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS