Rencana tes keperawanan dan keperjakaan terhadap pelajar sebagai syarat kelulusan Ujian Nasional (UN) SMA dan sederajat semakin menjadi perbincangan hangat
Rencana tes keperawanan dan keperjakaan terhadap pelajar sebagai syarat kelulusan Ujian Nasional (UN) SMA dan sederajat semakin menjadi perbincangan hangat di nasional beberapa hari terakhir. Meski ide itu berawal dari usulan DPRD Kabupaten Jember Jawa Timur yang ingin membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang Akhlakul Kharimah, tetapi rencana itu mendapat tanggapan serius dari Pemerintah Pusat.
Beragam tanggapan muncul, terutama dari pemerhati pendidikan dan Legislatif di daerah lain. Sebab dikuatirkan ide itu diadopsi Pemerintah Pusat dan diterapkan di daerah lain juga. Praktis ide yang terkesan nyeleneh itu menuai pro-kontra dan masih dikaji sejauhmana urgensinya untuk dunia pendidikan.
Menanggapi hal itu, Pimpinan DPRD Kota Bima, M Syafe’i menilai usulan tes tersebut sangat tidak tepat bila diterapkan. Meski baru rencana, tetapi faktanya saat ini sudah menuai banyak sorotan. Ia mengaku tidak sepakat bila aturan itu diterapkan karena Pemerintah dinilai terlalu jauh mengatur soal hal-hal yang bersifat privasi masyarakat.
“Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan pemerintah tanpa harus membuat regulasi yang terkesan membenani siswa seperti itu. Saya yakin para orangtua siswa juga tak akan sependapat untuk menerapkan tes keperawanan dan keperjakaan kepada anaknya,” kata dia Kantor DPRD Kota Bima, Senin (9/2).
Duta Partai Golkar ini menegaskan, siap menolak bila rencana itu akan diterapkan disetiap daerah, terlebih di Kota Bima. Sebab dirinya yakin, adat ketimuran masyarakat Indonesia masih dijunjung tinggi sebagai nilai yang tetap dipertahankan. “Masih ada orangtua, masyarakat dan sekolah yang perlu didorong untuk terus membentengi anak. Cara itu jauh lebih bijak sebagai upaya antisipasi dan pencegahan,” ujarnya.
Pendapat senada juga disampaikan Anggota DPRD Kota Bima lainnya, Ridwan Mustakim. Menurutnya, saat ini yang perlu dipikirkan pemerintah adalah penerapan pendidikan akhlak kepada pelajar. Apalagi saat ini kurikulum di sekolah sudah menerapkan soal pendidikan karakter. Materi itu semestinya digenjot para pendidik agar terbentuk karakter berbudi dan berakhlakul karimah pada pelajar.
“Saya menolak rencana tes itu karena terlalu menyentuh privasi para pelajar. Saya rasa kalau guru yang masih lajang dites seperti itu juga tak akan mau,” terangnya. (KS-13)
Beragam tanggapan muncul, terutama dari pemerhati pendidikan dan Legislatif di daerah lain. Sebab dikuatirkan ide itu diadopsi Pemerintah Pusat dan diterapkan di daerah lain juga. Praktis ide yang terkesan nyeleneh itu menuai pro-kontra dan masih dikaji sejauhmana urgensinya untuk dunia pendidikan.
Menanggapi hal itu, Pimpinan DPRD Kota Bima, M Syafe’i menilai usulan tes tersebut sangat tidak tepat bila diterapkan. Meski baru rencana, tetapi faktanya saat ini sudah menuai banyak sorotan. Ia mengaku tidak sepakat bila aturan itu diterapkan karena Pemerintah dinilai terlalu jauh mengatur soal hal-hal yang bersifat privasi masyarakat.
“Masih banyak cara lain yang bisa dilakukan pemerintah tanpa harus membuat regulasi yang terkesan membenani siswa seperti itu. Saya yakin para orangtua siswa juga tak akan sependapat untuk menerapkan tes keperawanan dan keperjakaan kepada anaknya,” kata dia Kantor DPRD Kota Bima, Senin (9/2).
Duta Partai Golkar ini menegaskan, siap menolak bila rencana itu akan diterapkan disetiap daerah, terlebih di Kota Bima. Sebab dirinya yakin, adat ketimuran masyarakat Indonesia masih dijunjung tinggi sebagai nilai yang tetap dipertahankan. “Masih ada orangtua, masyarakat dan sekolah yang perlu didorong untuk terus membentengi anak. Cara itu jauh lebih bijak sebagai upaya antisipasi dan pencegahan,” ujarnya.
Pendapat senada juga disampaikan Anggota DPRD Kota Bima lainnya, Ridwan Mustakim. Menurutnya, saat ini yang perlu dipikirkan pemerintah adalah penerapan pendidikan akhlak kepada pelajar. Apalagi saat ini kurikulum di sekolah sudah menerapkan soal pendidikan karakter. Materi itu semestinya digenjot para pendidik agar terbentuk karakter berbudi dan berakhlakul karimah pada pelajar.
“Saya menolak rencana tes itu karena terlalu menyentuh privasi para pelajar. Saya rasa kalau guru yang masih lajang dites seperti itu juga tak akan mau,” terangnya. (KS-13)
COMMENTS