Apa yang tertuang dalam sinopsis buku berjudul Jelajah Tambora tulisan HRM Agoes Soeryanto dan diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB dinilai menyesatkan.
Apa yang tertuang dalam sinopsis buku berjudul Jelajah Tambora tulisan HRM Agoes Soeryanto dan diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB dinilai menyesatkan. Buku itu diminta segera ditarik dari peredaran, karena dapat memicu konflik di daerah. DPRD mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima untuk melayangkan protes keras pada Pemprov NTB atau dibawa keranah hukum jika buku itu tidak ditarik.
Edy Muhlis, S.Sos
Hal tersebut disampaikan tiga wakil rakyat Kabupaten Bima, Sulaiman MT SH, M. Aminurllah, SE dan Edy Muhlis, S.Sos. Secara terpisah kepada wartawan ketiganya mendesak agar buku dengan judul Jelalah Tambora segera ditarik dari peredaran oleh Disbudpar NTB. Bila tidak, dewan mendesak agar dipolisikan, karena itu dianggap pelecehan dan penyesatan secara sistematis oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Sulaiman bahkan mempertayakan profesionalitas penulisnya. Dari mana penulis mendapatkan referensi dan siapa yang jadi referensi penulis sehingga berani mencantumkan kata demi kata dalam sebuah buku yang dicetak massal dan mengatakan lain dari fakta sejarah yang sebenaranya.
Tidak saja pada penulis, Sulaiman mempertanyakan landasan dari pejabat Disbudpar Provinsi NTB sampai menerbitkan buku tersebut tanpa melihat isi dari buku. Padahal Disbudpar juga punya catatan sejarah, bahwa jelas Tambora itu masuk wilayah Kabupaten Bima dan itu tercatat secara administrasi Negara Republik Indonesia, bahkan digunung Tambora ada namanya Kecamatan Tambora. ”Masalah ini jangan dianggap sepele, perlu dibentuk tim untuk mengusutnya, karena ini adalah sebuah penipuan publik,” tegas mantan Pengacara ini.
Duta Gerindra ini juga mendesak Bupati Bima untuk menanggapinya serius karena masalah ini imbasnya kedepan akan fatal. Pengklaiman dari sebuah buku akan menjadi alat nantinya untuk mengklaim secara sah wilayah Gunung Tambora dan segera Bupati melayangkan surat protes atas masalah tersebut.
Begitupun disampaikan M. Aminurllah. Menurutnya buku itu sama saja memutar balikan sejarah, padahal fakta sejarahnya, Kerajaan Tambora itu kini wilayahnya masuk Kabupaten Bima, lalu buku itu mengatakan masuk wilayah kesultanan Dompu.
Maman mendesak Pemerintah Daerah mengusut tuntas masalah tersebut, dan pada Disbudpar Provinsi NTB jangan main-main dengan sejarah dan negara, ini jelas Tambora masuk wilayah Kabupaten Bima kemudian menerbitkan buku yang dinilai sudah sangat menyesatkan. “Segara Tarik buku itu, agar tidak membelokkan sejarah,” desaknya.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Bima Duta Nasdem, Edy Muhlis S.Sos menilai buku itu sudah sangat menyesatkan dan terang-terangan melakukan penipuan publik. Imbasnya sangat besar dan berbahaya sehingga bisa memicu konflik di daerah.
Dirinya mengutuk apa yang ada dalam tulisan buku ”Jelajah Tambora”. Tidak hanya buku, menurut Edy, acara TMD dinilai melecehkan Bima yang memiliki wilayah gunung Tambora. Karena dalam acara tersebut tidak pernah disebutkan nama Bima dan ini sangat melecehkan.
“Saya akan menggalang dukungan dilembaga dewan untuk menanggapi masalah tersebut, bila perlu memanggil berbagai pihak untuk mengklarifikasinya agar semuanya terang, karena ini masalah serius,” ujarnya. (KS-02)
Edy Muhlis, S.Sos
Hal tersebut disampaikan tiga wakil rakyat Kabupaten Bima, Sulaiman MT SH, M. Aminurllah, SE dan Edy Muhlis, S.Sos. Secara terpisah kepada wartawan ketiganya mendesak agar buku dengan judul Jelalah Tambora segera ditarik dari peredaran oleh Disbudpar NTB. Bila tidak, dewan mendesak agar dipolisikan, karena itu dianggap pelecehan dan penyesatan secara sistematis oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Sulaiman bahkan mempertayakan profesionalitas penulisnya. Dari mana penulis mendapatkan referensi dan siapa yang jadi referensi penulis sehingga berani mencantumkan kata demi kata dalam sebuah buku yang dicetak massal dan mengatakan lain dari fakta sejarah yang sebenaranya.
Tidak saja pada penulis, Sulaiman mempertanyakan landasan dari pejabat Disbudpar Provinsi NTB sampai menerbitkan buku tersebut tanpa melihat isi dari buku. Padahal Disbudpar juga punya catatan sejarah, bahwa jelas Tambora itu masuk wilayah Kabupaten Bima dan itu tercatat secara administrasi Negara Republik Indonesia, bahkan digunung Tambora ada namanya Kecamatan Tambora. ”Masalah ini jangan dianggap sepele, perlu dibentuk tim untuk mengusutnya, karena ini adalah sebuah penipuan publik,” tegas mantan Pengacara ini.
Duta Gerindra ini juga mendesak Bupati Bima untuk menanggapinya serius karena masalah ini imbasnya kedepan akan fatal. Pengklaiman dari sebuah buku akan menjadi alat nantinya untuk mengklaim secara sah wilayah Gunung Tambora dan segera Bupati melayangkan surat protes atas masalah tersebut.
Begitupun disampaikan M. Aminurllah. Menurutnya buku itu sama saja memutar balikan sejarah, padahal fakta sejarahnya, Kerajaan Tambora itu kini wilayahnya masuk Kabupaten Bima, lalu buku itu mengatakan masuk wilayah kesultanan Dompu.
Maman mendesak Pemerintah Daerah mengusut tuntas masalah tersebut, dan pada Disbudpar Provinsi NTB jangan main-main dengan sejarah dan negara, ini jelas Tambora masuk wilayah Kabupaten Bima kemudian menerbitkan buku yang dinilai sudah sangat menyesatkan. “Segara Tarik buku itu, agar tidak membelokkan sejarah,” desaknya.
Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Bima Duta Nasdem, Edy Muhlis S.Sos menilai buku itu sudah sangat menyesatkan dan terang-terangan melakukan penipuan publik. Imbasnya sangat besar dan berbahaya sehingga bisa memicu konflik di daerah.
Dirinya mengutuk apa yang ada dalam tulisan buku ”Jelajah Tambora”. Tidak hanya buku, menurut Edy, acara TMD dinilai melecehkan Bima yang memiliki wilayah gunung Tambora. Karena dalam acara tersebut tidak pernah disebutkan nama Bima dan ini sangat melecehkan.
“Saya akan menggalang dukungan dilembaga dewan untuk menanggapi masalah tersebut, bila perlu memanggil berbagai pihak untuk mengklarifikasinya agar semuanya terang, karena ini masalah serius,” ujarnya. (KS-02)
COMMENTS