Kota Bima, KS. - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Ahmad Thib Raya, MA didaulat memimpin Tab...
Kota Bima, KS.- Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. DR. Ahmad Thib Raya, MA didaulat memimpin Tabliq Akbar pada upacara Deklarasi Anti Radikalisme dan Terorisme di Lapangan Merdeka (Serasuba), Selasa (19/7). Guru besar yang berasal dari Kecamatan Parado Kabupaten Bima itu mengupas dan menjelaskan tentang bahaya laten radikalisme dan terorisme.
“Radikalisme dan terorisme harus disingkirkan secara bersama-sama. Masyarakat harus bersatu-padu, masyarakat dan pemerintah harus melawan keyakinan yang salah ini. Dua paham dan keyakinan ini jelas menjadi ancaman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” lelaki yang lahir di Bima, 21 April 1955 itu .
Menurutnya, upacara deklarasi anti radikalisme dan terorisme sangat penting bagi pembangunan persatuan masyarakat khususnya di Bima yang disebut-sebut sebagai zona merah. Kata dia, sebutan zona merah merupakan simbol yang harus diwaspadai. Ia pun menggarisbawahi, zona merah yang dimaksudkan bukan berarti semua orang di Bima adalah radikal dan teroris.
“Untuk itu, sebutan Bima sebagai zona merah dimana tempat berkembangannya faham radikalisme maupun pelaku terorisme harus ada pencegahan dan penangkalah yang jelas dari seluruh komponen. Kita semua harus bersatu-padu dalam menghilangkan citra daerah Bima yang kita cintai ini hingga tidak disebut lagi sebagai daerah zona merah radikalisme dan terorisme,” terang kakak kandung mantan ketua MK, Hamdan Zoelva ini.
Ia pun mengajak warga bima untuk menjaga perdamaian dan saling menghargai. Sebab, menurutnya, tidak ada manusia di dunia ini yang tidak ingin dihargai. “Serendah apapun seseorang, setinggi apapun jabatannya, semua orang ingin dihargai. Barang siapa yang bisa menghargai sesamanya, maka Allah SWT akan mengangkat derajat manusia tersebut,” ujar Alumni IAIN Alaudin Makasar itu.
Ia menambahkan, masyarakat dan umat diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang berbeda-beda. Baik itu jenis kelamin, suku bangsa, bahasa, ras dan agama. Katanya, perbedaan perbedaan itu fitrah yang harus dijalani setiap individu dalam kehidupan sehari–hari.
“Jangan ada saling iri antara satu dengan yang lain. Dan jadikan perbedaan yang ada sebagai kekuatan kita bersama. Karena sesungguhnya perbedaan itu nikmat yang dikaruniai oleh Allah SWT,” terangnya.
Poin yang terpenting, sambung Ahmad, adalah sikap saling membantu dan tolong-menolong. Dengan sikap itu, menurutnya, yang lemah dan tidak berdaya akan menjadi kuat dan yang tidak punya akan bisa memiliki.
Ia pun mengaku bangga lahir dan dibesarkan di Bima. Dan sudah sepatutnya Bima mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal yang dimilikinya.
“Dan semoga saja, kita dapat menetralisir paham-paham radikalisme dan terorisme yang kerap mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Dan mudah-mudahan kehidupan di Bima kembali dalam suasana kedamaian, kenyamanan dan memegang teguh agama Allah yang Rahmatan Lil Alamin,” harap suami dari Prof. DR. Siti Musdah Mulia, MA itu. (KS-08)
COMMENTS