Penanganan kasus korupsi di Sat Pol PP Kabupaten Bima oleh Institusi Penegak Hukum,menuai titik terang. Selasa (26/2) kemarin, Hakim Pengad...
Penanganan kasus korupsi di Sat Pol PP Kabupaten Bima oleh Institusi Penegak Hukum,menuai titik terang. Selasa (26/2) kemarin, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram resmi menjatuhkan hukuman kepada Iskandar, terdakwa dugaan korupsi pengadaan Seragam di Satuan tersebut. Mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) itu, divonis Dua Tahun Penjara.
BIMA, KS. - Selain dihukum dua tahun, juga dibebani membayar denda Rp. 50 juta subsidair satu bulan kurungan. Pun, menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 120 juta. Meski, sudah resmi diputuskan bersalah dalam kasus tersebut, tetapi terdakwa yang kini berstatus terpidana itu seakan-akan tidak menerima atas vonis Dua Tahun Penjara oleh Pengadilan Tipikor tersebut. ”Ya Allah, saya tidak pernah berbuat korupsi,” katanya sambil menangis.
Ia menilai, putusan itu terlalu berat. Sehingga, dirinya terlihat sangat kecewa, saking kecewanya hingga bahkan Pejabat Lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima itu mengeluarkan air mata. Saat hakim menanyakan apakah banding atau menerima putusan, terdakwa tampak sulit menjawabnya. Melihat kondisi terdakwa, penasihat hukumnya Abdul Salam terpaksa mewakilinya. ”Kami akan pikir-pikir dulu,” kata Salam.
Setelah sidang, Salam menilai putusan terhadap terdakwa tidak mencerminkan keadilan. Hakim juga tidak mempertimbangkan pembelaan terdakwa. Disamping itu, pun disorot fakta persidangan, yang menyebut kliennya menikmati dana taktis Rp 20 juta, selama lima bulan menjabat Kasatpol PP Bima, dari Januari hingga Mei 2014.
Menurutnya, kliennya tidak pernah menikmati uang sepeser pun. Fakta pemberian uang Rp 20 juta muncul dari keterangan Kadrin dan Samsul Bahri. ”Kami hargai putusan itu. Apakah banding nantinya, kami masih punya waktu 14 hari,” jelasnya.
Dalam uraian putusan yang dibacakan bergantian Ketua Majelis Hakim Suradi didampingi Hakim Anggota Fathurrauzi dan Abadi, Iskandar tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah kegiatan fiktif dan mark up anggaran Satpol PP pada 2014. Karena anggaran cair di masa Edi Darmawan (mantan Kasatpol PP setelah Iskandar), yang lebih dulu divonis.
Kendati tidak terlibat dalam kegiatan fiktif dan mark up, hakim melihat berdasarkan catatan bendahara yang dijabat Samsul Bahri, Iskandar pernah meminta uang Rp 20 juta dengan dalih dana taktis. Iskandar sendiri membantah telah menerima dan memakan uang seperti yang tertuang dalam putusan hakim. ”Haram kalau benar saya menerima uang itu. Berani saya mati sekarang,” kata Iskandar saat berjalan menuju mobil tahanan.(TIM)
Ilustrasi |
BIMA, KS. - Selain dihukum dua tahun, juga dibebani membayar denda Rp. 50 juta subsidair satu bulan kurungan. Pun, menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp. 120 juta. Meski, sudah resmi diputuskan bersalah dalam kasus tersebut, tetapi terdakwa yang kini berstatus terpidana itu seakan-akan tidak menerima atas vonis Dua Tahun Penjara oleh Pengadilan Tipikor tersebut. ”Ya Allah, saya tidak pernah berbuat korupsi,” katanya sambil menangis.
Ia menilai, putusan itu terlalu berat. Sehingga, dirinya terlihat sangat kecewa, saking kecewanya hingga bahkan Pejabat Lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima itu mengeluarkan air mata. Saat hakim menanyakan apakah banding atau menerima putusan, terdakwa tampak sulit menjawabnya. Melihat kondisi terdakwa, penasihat hukumnya Abdul Salam terpaksa mewakilinya. ”Kami akan pikir-pikir dulu,” kata Salam.
Setelah sidang, Salam menilai putusan terhadap terdakwa tidak mencerminkan keadilan. Hakim juga tidak mempertimbangkan pembelaan terdakwa. Disamping itu, pun disorot fakta persidangan, yang menyebut kliennya menikmati dana taktis Rp 20 juta, selama lima bulan menjabat Kasatpol PP Bima, dari Januari hingga Mei 2014.
Menurutnya, kliennya tidak pernah menikmati uang sepeser pun. Fakta pemberian uang Rp 20 juta muncul dari keterangan Kadrin dan Samsul Bahri. ”Kami hargai putusan itu. Apakah banding nantinya, kami masih punya waktu 14 hari,” jelasnya.
Dalam uraian putusan yang dibacakan bergantian Ketua Majelis Hakim Suradi didampingi Hakim Anggota Fathurrauzi dan Abadi, Iskandar tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah kegiatan fiktif dan mark up anggaran Satpol PP pada 2014. Karena anggaran cair di masa Edi Darmawan (mantan Kasatpol PP setelah Iskandar), yang lebih dulu divonis.
Kendati tidak terlibat dalam kegiatan fiktif dan mark up, hakim melihat berdasarkan catatan bendahara yang dijabat Samsul Bahri, Iskandar pernah meminta uang Rp 20 juta dengan dalih dana taktis. Iskandar sendiri membantah telah menerima dan memakan uang seperti yang tertuang dalam putusan hakim. ”Haram kalau benar saya menerima uang itu. Berani saya mati sekarang,” kata Iskandar saat berjalan menuju mobil tahanan.(TIM)
COMMENTS